Museum Mini Sisa Hartaku: The House of Memory

Foto Museum Mini Sisa Hartaku. (Foto: PARBOABOA)

PARBOABOA, Jakarta - Mengunjungi Museum Mini Sisa Hartaku di Kepuharjo, Cangkringan, Sleman, rasanya seperti membuka kembali halaman sejarah yang belum terlalu lama lewat. 

Di tengah sunyi desa yang kini perlahan bangkit, berdiri sebuah rumah sederhana yang menyimpan kenangan tentang salah satu erupsi Merapi paling dahsyat dalam sejarah, yaitu letusan besar tahun 2010.

Awan panas “wedhus gembel” meluncur dari puncak Merapi dengan kecepatan tinggi, diikuti aliran lahar yang membara dan menghancurkan apa pun di jalurnya. Hutan hijau yang dulu jadi pelindung di kaki gunung berubah menjadi hamparan gelap. Pemukiman warga di Desa Kepuharjo serta sekitarnya luluh lantak dalam hitungan menit.

Bencana ini tidak hanya merobohkan dinding-dinding rumah dan bangunan umum, tetapi juga merenggut ratusan jiwa dari berbagai usia. 

Kesedihan yang mendalam masih membekas, bukan hanya bagi keluarga yang kehilangan, tetapi juga bagi masyarakat Indonesia yang turut merasakan besarnya tragedi ini. Erupsi Merapi 2010 menjadi peristiwa yang sulit dilupakan oleh siapa pun yang pernah menyaksikan atau merasakan kedasyatannya.

Dari Rumah ke Museum

Di tengah puing-puing dan sisa kehidupan yang tercerai-berai, seorang warga bernama Sriyanto mengambil langkah berbeda. Rumah yang dulu ia tinggali, dan kini tinggal rangka dan dinding yang hangus, tidak ia robohkan. 

Ia memilih merawatnya, menjadikannya ruang untuk menyimpan memori tentang kehilangan, tentang ketabahan, dan tentang bagaimana manusia bangkit setelah diterjang bencana.

Dari sanalah lahir Museum Mini Sisa Hartaku, yang kini juga dikenal sebagai The House of Memory. Lokasinya berada tepat di kawasan terdampak paling parah di Kepuharjo, Cangkringan, Sleman. Museum ini tidak besar, tapi setiap sudutnya punya kisah.

Benda-benda yang Berbicara

Di dalam museum, pengunjung bisa melihat berbagai barang rumah tangga yang menjadi saksi bisu dahsyatnya erupsi. Ada sepeda motor yang rangkanya meleleh, peralatan dapur yang gosong, jam dinding yang jarumnya berhenti tepat di waktu bencana terjadi, hingga kandang ternak yang tak lagi utuh.

Benda-benda itu tidak dipoles, tidak dibersihkan berlebihan. Sriyanto membiarkan semuanya apa adanya: retak, meleleh, layu, agar pengunjung bisa merasakan realitas bencana secara jujur. 

Museum ini bukan tempat untuk menakut-nakuti; ia lebih seperti ruang kontemplatif yang membuat kita merenung: bagaimana satu hari bisa mengubah kehidupan seluruh desa?

Selain menyimpan benda-benda sisa erupsi, museum ini juga menjadi lokasi edukasi kebencanaan. Pengunjung dapat memahami bagaimana karakter Gunung Merapi, arah luncuran awan panas, hingga pentingnya mitigasi bencana di kawasan rawan letusan. 

Banyak pelajar, wisatawan, hingga peneliti datang ke sini untuk melihat langsung kondisi pascaletusan dan belajar dari pengalaman nyata.

Atmosfernya sederhana, tetapi kuat. Museum ini mengingatkan bahwa di balik keindahan Merapi, ada kekuatan alam yang tidak bisa dianggap enteng.

Museum Mini Sisa Hartaku bukan sekadar objek wisata, ia adalah tempat untuk berhenti sejenak dan menghargai kehidupan. Dari rumah yang hangus ini, kita diajak memahami bagaimana warga bangkit, menata ulang hidup, dan menjaga memori agar tragedi itu tidak hanya menjadi cerita yang terlupakan.

Saat keluar dari museum, Merapi berdiri gagah di kejauhan. Tenang, tapi tetap penuh misteri. 

Museum ini mudah dijangkau karena berada dalam jalur wisata Merapi dan sering menjadi bagian dari rute lava tour. Masyarakat umum yang ingin melihat dan terbawa ke dalam suasana erupsi bisa berkunjung langsung ke Museum Mini Sisa Hartaku dengan tarif tiket Rp.5000 per-orang dengan jam buka 08.00-16.00 WIB setiap harinya.

Karena tempat ini juga merupakan ruang memori warga, pengunjung diharapkan menjaga sikap: tidak menyentuh koleksi sembarangan, tidak membuat konten yang merendahkan, dan menghormati cerita yang melekat pada setiap benda.

Informasi lengkapnya dapat ditonton di Youtube Parboaboa!!!

Editor: Wanovy
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS