PARBOABOA, Jakarta - Penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) Komoditas Strategis kembali membuka perdebatan mengenai perlunya sebuah lembaga baru yang mengatur tata kelola komoditas dari hulu hingga hilir.
Dalam rapat kerja Badan Legislasi (Baleg) DPR RI bersama Menteri Perdagangan Budi Santoso dan Wakil Menteri Pertanian Sudaryono pada Rabu (26/11/2025), penolakan terhadap gagasan pembentukan badan baru menjadi sorotan utama.
Ketua Baleg DPR RI, Bob Hasan, menegaskan bahwa RUU ini bertujuan membenahi tata kelola dan tata niaga agar kebocoran yang selama ini terjadi dapat diatasi.
Karena itu, Bob meminta masukan teknis dari kementerian terkait untuk memastikan daftar komoditas strategis ditetapkan secara tepat sesuai kebutuhan.
“Kami memerlukan kejelasan tentang komoditas apa saja yang tepatnya. Ada pertanian, perkebunan, dan ternyata juga ada peternakan. Ini harus kita tempatkan subjek dan objeknya secara jelas,” ujarnya, mengutip siaran langsung TVR Parlemen.
Namun, di tengah dorongan Baleg untuk merumuskan kerangka pengelolaan komoditas secara lebih terintegrasi, Mendag Budi Santoso justru memberi sinyal tegas bahwa pembentukan lembaga baru bukan solusi yang diperlukan.
Ia mengapresiasi penyusunan RUU tersebut sebagai langkah penting yang dapat memperkuat sinergi lintas kementerian, tetapi menilai kebutuhan itu dapat dicapai tanpa menciptakan struktur baru.
“Kalau saya membaca sepintas di dalam RUU Komoditas, saya pikir ini bagus sekali. Bagus sekali bagaimana kita memajukan produk-produk kita yang strategis untuk dikembangkan, untuk ekspor, atau untuk kebutuhan dalam negeri,” kata Budi.
Meski begitu, ia mengingatkan bahwa banyak mekanisme pengelolaan komoditas telah berjalan melalui kementerian teknis, termasuk melalui neraca komoditas yang melibatkan Kemendag, Kementerian Pertanian, KKP, dan kementerian lain.
Dalam pandangan Budi, penambahan lembaga baru justru berpotensi menambah beban koordinasi. Ia menilai regulasi yang dibangun RUU ini seharusnya menjadi pedoman kebijakan, bukan alasan membentuk badan baru.
“Menurut saya tidak perlu ada pembentukan badan baru. Tetapi RUU ini ketika ada, sifatnya sebagai acuan, pegangan, bagi kementerian lain ketika akan menentukan kebijakan,” tegasnya.
Budi menjelaskan penguatan yang dibutuhkan dapat dilakukan melalui penyesuaian tugas dan fungsi (Tusi) di unit-unit eselon I kementerian terkait. Menurutnya, kementerian cukup memperkuat struktur internal untuk menjalankan mandat RUU.
“Misalnya untuk produk hortikultura, misalnya perlu ditambahkan ini, ya perlu diperkuat saja dirjen hortikulturanya,” jelasnya.
Ia menambahkan bahwa semakin banyak lembaga akan memperumit arus kebijakan dan komunikasi antar sektor.
“Karena mungkin kalau kebanyakan institusi nanti juga malah semakin susah kita koordinasi. Yang penting sekarang ada acuannya, oh seperti ini kebijakan mengenai komoditas strategis dari hulu sampai hilir,” ujarnya.
Sikap Kementan
Keberatan serupa juga datang dari Wakil Menteri Pertanian Sudaryono. Ia menilai niat memperkuat tata kelola komoditas adalah langkah baik, tetapi pembentukan badan baru justru tidak efisien.
“Hanya untuk pembentukan Badan, kami rasa mungkin perlu dikaji ulang dan kami merasa itu menambah birokrasi sehingga tidak efisien dalam pengaturannya,” katanya.
Ia mengingatkan bahwa koordinasi lintas sektor saat ini sudah dipimpin oleh menteri koordinator.
Meski demikian, baik Mendag maupun Wamentan menyampaikan dukungan penuh terhadap substansi RUU yang dinilai mampu memperkuat hilirisasi, memperbaiki kebijakan ekspor–impor, serta meningkatkan efisiensi pengelolaan komoditas nasional.
Mereka menegaskan bahwa kepastian regulasi harus diletakkan di atas pembentukan struktur baru.
Dengan demikian, arah pembahasan RUU Komoditas Strategis kini mengerucut pada dua hal, yakni kebutuhan akan kerangka regulasi yang lebih kuat dan sederhana, serta penolakan terhadap penyusunan lembaga baru yang dinilai tidak dibutuhkan dan berpotensi memperberat birokrasi.
Pemerintah berharap RUU ini tetap dapat memperkuat koordinasi tanpa menambah hambatan administratif bagi kementerian teknis dalam mengelola komoditas strategis Indonesia.
