PARBOABOA, Jakarta - Kematian Irene Sokoy, ibu hamil yang diduga ditolak empat rumah sakit di Jayapura, Papua, bukan hanya meninggalkan duka mendalam bagi keluarga, tetapi juga memicu gelombang reaksi keras dari para pejabat negara.
Dalam hitungan jam, kasus ini berubah menjadi sorotan nasional yang mendorong Presiden Prabowo Subianto mengeluarkan instruksi khusus bagi kementerian terkait untuk melakukan audit menyeluruh terhadap layanan kesehatan di Papua.
Berdasarkan laporan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Presiden langsung memberi instruksi agar dilakukan audit besar-besaran terhadap seluruh fasilitas kesehatan di Provinsi Papua.
Hal ini dilakukan untuk mengetahui akar persoalan penolakan pasien yang kembali terjadi.
Usai rapat terbatas dengan Presiden di Istana Kepresidenan Jakarta pada Senin, 24 November 2025, Tito menjelaskan bahwa pemerintah segera menggerakkan mekanisme audit internal.
Ia menyampaikan bahwa semua rumah sakit di Jayapura—baik milik pemerintah provinsi, kabupaten, maupun swasta—akan menjadi objek pemeriksaan menyeluruh. Tidak hanya fasilitas, pejabat terkait di Dinas Kesehatan daerah juga akan dimintai penjelasan.
“Perintah beliau adalah memulai audit, memperbaiki tata kelola, dan mengumpulkan seluruh pihak terkait, termasuk rumah sakit dan pejabat kesehatan di provinsi maupun kabupaten,” ujar Tito sebagaimana dikutip dari Antara.
Sebagai tindak lanjut, selasa 25 November 2025, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin bersama tim gabungan dari Kemendagri telah tiba di Jayapura untuk memulai pemeriksaan lapangan.
Audit ini mencakup peninjauan menyeluruh terhadap regulasi daerah, seperti Peraturan Bupati dan Peraturan Gubernur yang menjadi dasar operasional rumah sakit.
Tito menjelaskan bahwa beberapa peraturan daerah memiliki peran penting karena kasus penolakan terjadi di sejumlah rumah sakit berbeda, termasuk Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) milik Provinsi Papua.
Tim Kemenkes juga secara khusus mengirim tim teknis untuk meninjau standar penanganan medis, ketersediaan fasilitas, hingga sistem rujukan.
Sementara Ketua DPR RI, Puan Maharani, menyebut tragedi ini sebagai alarm keras bagi pemerintah.
Menurutnya, insiden ini bukan hanya masalah kelalaian, tetapi cerminan dari persoalan sistemik yang sudah berulang dan tidak lagi bisa ditoleransi.
Puan menegaskan bahwa DPR memandang kejadian ini sebagai peringatan serius. Ia menambahkan bahwa tragedi serupa telah beberapa kali terjadi, sehingga perlu tindakan cepat dan menyeluruh agar tak terulang.
Ia juga mengungkapkan bahwa Presiden Prabowo langsung merespons dengan mengadakan rapat khusus untuk membahas kasus ini pada Selasa, 25 November 2025, di Jakarta.
Di sisi lain, Puan Maharani menyoroti persoalan yang lebih mendasar: ketimpangan akses kesehatan di wilayah 3T (tertinggal, terdepan, terluar).
Ia menekankan perlunya evaluasi besar-besaran, terutama di kawasan yang selama ini menghadapi keterbatasan tenaga medis, akses rujukan, dan fasilitas darurat.
Puan menginstruksikan komisi terkait di DPR untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap layanan kesehatan di daerah-daerah tersebut.
Menurutnya, tragedi Irene Sokoy seharusnya menjadi momentum bagi pemerintah untuk memperbaiki kesenjangan layanan kesehatan secara nasional.
Puan juga mendesak Kementerian Kesehatan agar memastikan tak ada rumah sakit yang menolak pasien hanya karena alasan fasilitas tidak memadai.
Menurutnya, tugas pemerintah adalah memastikan bahwa setiap warga negara memperoleh penanganan yang layak, terutama di kondisi darurat seperti kehamilan berisiko.
“Kami meminta Kementerian Kesehatan agar memastikan tidak ada lagi masyarakat yang ditolak atau tidak tertangani dengan alasan apa pun,” tegasnya.
