PARBOABOA, Jakarta – Publik dibuat terkejut oleh pernyataan tegas Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin saat meninjau sebuah bandara di kawasan pertambangan Morowali, Sulawesi Tengah, Kamis (20/11/2025).
Dalam penilaiannya, terdapat kejanggalan regulasi pada fasilitas tersebut—sebuah “anomali” yang menurutnya bisa melemahkan perlindungan negara terhadap sektor ekonomi strategis.
Sjafrie menyoroti keberadaan bandara di wilayah Indonesia yang beroperasi tanpa kehadiran perangkat negara di dalamnya.
Ia merujuk pada bandara yang berada di dalam kawasan industri PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), pusat industri raksasa berbasis logam di Morowali.
“Ini anomali. Bandara tapi tidak memiliki perangkat negara. Ada celah yang bisa membuat rawan kedaulatan ekonomi,” ujar Sjafrie melalui keterangan resmi Kementerian Pertahanan, Rabu (26/11/2025).
Menanggapi kegaduhan publik, pengamat dan dosen ITB, Mohamad Abdul Kadir Martoprawiro, memberikan penjelasan komprehensif mengenai situasi di Morowali.
Menurutnya, banyak persepsi keliru yang beredar terkait bandara yang disorot Menhan.
Ia menegaskan bahwa Morowali memiliki dua bandara dengan status berbeda: Bandara Morowali yang merupakan fasilitas umum milik pemerintah, dan Bandara IMIP yang sepenuhnya dimiliki perusahaan.
“Saya meluruskan beberapa klaim yang kurang tepat dan perlu diberi konteks. Ada Bandara Morowali yang dikelola pemerintah, dan Bandara IMIP yang merupakan milik perusahaan,” ungkapnya, Rabu (26/11/2025).
Bandara Morowali, menurutnya, tidak memiliki persoalan apa pun. Fasilitas itu bahkan diresmikan langsung oleh Presiden Joko Widodo pada 23 September 2028.
Sebaliknya, Bandara IMIP merupakan bandara khusus dan bukan bandara internasional, sehingga tidak boleh menerima penerbangan luar negeri tanpa izin khusus.
Abdul Kadir menegaskan bahwa klaim yang menyebut TNI atau Polri tidak dapat masuk ke kawasan tersebut adalah tidak tepat.
Dalam fasilitas industri strategis, termasuk smelter, tambang, dan pabrik raksasa, protokol akses merupakan hal yang normal.
“TNI dan Polri memang perlu koordinasi untuk masuk ke fasilitas privat, sama seperti masuk ke pabrik Astra, smelter Vale, atau tambang Freeport. Ini standar untuk objek vital industri,” jelasnya.
Faktanya, ia menyebutkan bahwa Kopasgat telah melakukan latihan di dalam area IMIP pada 20 November 2025.
Hal itu menjadi bukti langsung bahwa aparat negara tetap dapat mengakses kawasan tersebut asalkan melalui mekanisme yang telah ditetapkan.
“Kalau benar tidak bisa masuk, latihan itu mustahil terjadi,” tegasnya.
Ia menambahkan bahwa akses ke Bandara IMIP dibatasi, bukan dilarang. Protokol diperlukan, namun negara tetap bisa masuk kapan pun dibutuhkan.
Abdul Kadir juga meluruskan isu mengenai potensi lalu-lintas asing. Ia menegaskan bahwa bandara IMIP tidak memiliki status internasional.
Artinya, siapa pun dari luar negeri wajib melewati bandara internasional resmi terlebih dahulu untuk pemeriksaan imigrasi, bea cukai, dan karantina.
“Tidak mungkin ada pesawat asing mendarat langsung di IMIP. Semua harus melalui bandara resmi dulu,” ujarnya.
Penjelasan Detail Dua Bandara di Morowali
Bandara Morowali (Bandara Bungku/Bandara Maleo)
- Milik: Pemerintah Kabupaten Morowali
- Pengelola: Kementerian Perhubungan
- Status: Bandara umum
- Fasilitas: Runway 1.400 meter (direncanakan 2.200 meter), terminal sipil
- Fungsi: Pelayanan publik, konektivitas masyarakat, logistik regional
Bandara IMIP (PT Indonesia Morowali Industrial Park)
- Milik: PT IMIP (konsorsium Indonesia–Tiongkok)
- Status: Bandara khusus/airstrip privat
- Fungsi: Transportasi pekerja, pengiriman barang teknis, dan mobilitas internal industri
- Regulasi: Diatur melalui peraturan Dirjen Perhubungan Udara tentang bandar udara khusus
Sjafrie kembali menegaskan pentingnya regulasi yang kuat dalam pengelolaan fasilitas udara.
Menurutnya, bandara tanpa perangkat negara dapat melemahkan pengawasan terhadap ancaman seperti penyelundupan atau aktivitas ilegal lainnya.
Ia menyebut bahwa Kemenhan akan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap setiap bandara yang dinilai rawan, sekaligus memastikan seluruh infrastruktur udara berada dalam pengamanan optimal.
Pernyataan Menhan membuka ruang diskusi baru tentang pentingnya sinergi antar lembaga negara dalam menjaga infrastruktur strategis.
Bandara, sebagai pintu gerbang negara, harus berada dalam pengawasan ketat untuk menjaga stabilitas ekonomi dan keamanan nasional.
Pemerintah menilai bahwa pengawasan yang konsisten, komunikasi antarlembaga, dan tindakan cepat atas potensi anomali menjadi faktor kunci untuk menghindari celah yang dapat mengganggu kedaulatan.
