Lonjakan Kematian Ibu di Indonesia: Potret Krisis Kesehatan dan Jalan Panjang Menuju Penurunan AKI

Ilustrasi ibu hamil. (Foto: Dok. Getty Images/iStockphoto/N_Saroach)

PARBOABOA, Jakarta - Di tengah upaya perbaikan layanan kesehatan, Indonesia masih menghadapi tantangan besar: tingginya angka kematian ibu (AKI).

Data terbaru menunjukkan tren peningkatan kasus, sementara beberapa provinsi di Indonesia mencatat angka yang jauh di atas rata-rata nasional.

Kondisi ini menempatkan Indonesia dalam sorotan global, terutama ketika dibandingkan dengan negara-negara dengan AKI tertinggi di dunia.

Berdasarkandata Maternal Perinatal Death Notification (MPDN) mencatat 4.129 kasus—naik dari 4.005 kasus pada 2022.

Kenaikan ini menegaskan bahwa Indonesia masih berada dalam pergulatan panjang menghadapi persoalan kesehatan ibu, meskipun berbagai upaya perbaikan layanan kesehatan telah dijalankan.

Situasi tersebut semakin mencemaskan karena terjadi ketika banyak negara lain berhasil menurunkan angka kematian ibu secara signifikan dalam satu dekade terakhir.

Laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperlihatkan maternal mortality rate (MMR) Indonesia pada 2023 berada di kisaran 140 per 100.000 kelahiran hidup.

Meski sedikit lebih baik dibanding tahun-tahun sebelumnya, angka itu masih menunjukkan bahwa Indonesia belum keluar dari kategori negara dengan risiko kematian ibu yang tinggi.

Upaya penurunan yang tampak dari tahun ke tahun masih belum cukup kuat untuk menandingi cepatnya pertumbuhan kebutuhan layanan kesehatan yang berkualitas dan merata.

Ketimpangan kondisi layanan kesehatan terlihat semakin jelas ketika data Badan Pusat Statistik (BPS) melalui Long Form SP2020 menunjukkan perbedaan besar antarprovinsi.

Papua menempati posisi paling memprihatinkan dengan MMR 565 per 100.000 kelahiran hidup, disusul Papua Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Barat, Gorontalo, dan beberapa provinsi lainnya.

Wilayah-wilayah tersebut tidak hanya menghadapi tantangan geografis yang ekstrem, tetapi juga dibebani minimnya fasilitas kesehatan, distribusi tenaga medis yang tak merata, serta akses transportasi yang sulit.

Kondisi ini membuat banyak ibu hamil kehilangan kesempatan mendapatkan perawatan yang memadai, terutama dalam situasi gawat darurat.

Kementerian Kesehatan menjelaskan bahwa penyebab utama kematian ibu di Indonesia masih didominasi oleh hipertensi dalam kehamilan atau preeklampsia.

Penyakit yang sebenarnya dapat dideteksi sejak dini ini menjadi ancaman mematikan ketika tidak terpantau dengan baik.

Peningkatan tekanan darah yang disertai gangguan organ dapat berkembang cepat, ditandai dengan gejala seperti sakit kepala hebat, gangguan penglihatan, hingga nyeri di ulu hati.

Selain itu, perdarahan pascapersalinan tetap menjadi momok yang merenggut banyak nyawa ibu, terutama dalam rentang waktu satu hingga tujuh hari setelah melahirkan, saat kontraksi rahim yang lemah gagal menghentikan perdarahan.

Masalah ini kian kompleks karena sebagian besar ibu hamil membawa kondisi kesehatan yang sudah rentan sejak sebelum kehamilan.

Data mencatat hampir separuh ibu hamil mengalami anemia, sementara sebagian lainnya menghadapi kurang energi kronis, hipertensi, hingga risiko komplikasi lain.

Pakar kandungan, Dr. dr. Ivan Rizal Sini, SpOG, menekankan bahwa kematian ibu tidak selalu sekadar persoalan obstetri.

Banyak kasus dipengaruhi oleh penyakit kronis seperti diabetes dan gangguan jantung yang tidak terdiagnosis atau tertangani secara tepat selama masa kehamilan.

Apabila dibandingkan dengan negara-negara yang memiliki AKI tertinggi di dunia, seperti Nigeria, Chad, dan Sudan Selatan yang mencatat angka di atas 600 hingga 900 kasus per 100.000 kelahiran hidup, Indonesia memang tidak berada dalam kelompok paling buruk.

Namun, ketimpangan kualitas layanan kesehatan antarwilayah menunjukkan bahwa potensi risiko tetap besar—terutama di daerah terpencil dan kepulauan yang sulit dijangkau.

Berbagai faktor struktural menjadi akar persoalan yang sulit diatasi sekaligus. Mulai dari keterbatasan akses layanan kesehatan primer, jumlah tenaga medis yang minim di daerah 3T, hingga lambannya penanganan kasus gawat darurat akibat infrastruktur yang belum memadai.

Rendahnya kesadaran ibu hamil untuk melakukan pemeriksaan rutin (ANC) dan kondisi sosial-ekonomi seperti kemiskinan serta malnutrisi memperburuk keadaan.

Pemerintah Indonesia telah merancang beragam strategi untuk menurunkan AKI. Pembangunan dan penguatan layanan primer melalui Puskesmas di daerah tertinggal terus digencarkan, diikuti penempatan tenaga kesehatan terlatih serta dokter spesialis ke wilayah yang kekurangan.

Deteksi dini menjadi program prioritas, dengan pemeriksaan kehamilan minimal enam kali, skrining preeklampsia, anemia, dan diabetes, serta edukasi gizi untuk meningkatkan kesehatan ibu sejak trimester awal.

Sistem rujukan juga diperkuat lewat penyediaan ambulans desa, telemedisin, dan jaringan rumah sakit regional.

Selain itu, pemberdayaan masyarakat melalui kader posyandu dan optimalisasi BPJS Kesehatan diharapkan dapat menghapus hambatan biaya yang sering kali menghalangi ibu mencari layanan kesehatan.

Meski langkah-langkah tersebut menunjukkan kemajuan, perjalanan menuju penurunan signifikan angka kematian ibu masih panjang.

Pemerataan layanan dan peningkatan kesadaran kesehatan menjadi kunci agar setiap ibu, di mana pun berada, dapat menjalani kehamilan dan persalinan dengan aman.

Editor: Norben Syukur
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS