Gubernur Sumut Sepakat Rekomendasikan Penutupan PT Toba Pulp Lestari, Masyarakat Adat Menunggu Langkah Konkret

Gubernur Sumut Bobby Nasution menyatakan akan menandatangani surat rekomendasi penutupan PT TPL (Foto: IG/@bobbynst)

PARBOABOA, Jakarta - Desakan masyarakat adat agar Pemerintah Provinsi Sumatera Utara menutup PT Toba Pulp Lestari (TPL) sudah bergema lebih dari sepekan. 

Aksi yang berlangsung di Kantor Gubernur Sumut itu menjadi puncak dari ketegangan panjang mengenai konflik lahan, kerusakan ekologis, serta kriminalisasi warga di wilayah konsesi perusahaan. 

Namun, hingga aksi berhari-hari tersebut digelar, Gubernur Sumut Bobby Nasution belum memberikan respons yang jelas.

Ketua Sekber Gerakan Oikumenis untuk Keadilan Ekologis, Pastor Walden Sitanggang OFM Cap, menilai sikap hening gubernur memberi kesan bahwa negara lebih memikirkan keberlanjutan perusahaan ketimbang nasib masyarakat adat. 

“Kami tidak mendengar gubernur membicarakan nasib masyarakat yang selama puluhan tahun menanggung dampak ekologi, kriminalisasi, dan perampasan ruang hidup,” ujarnya dalam keterangan yang diterima, Senin (17/11/2025).

Menurut Walden, hingga saat pernyataan itu disampaikan, tidak ada kepastian soal jadwal pertemuan maupun kunjungan gubernur ke Sihaporas seperti yang dijanjikan Sekda Sumut. 

Ketidakjelasan tersebut, katanya, "menunjukkan absennya itikad baik dalam menyelesaikan konflik yang telah mengakibatkan penderitaan panjang."

Sementara itu, Rocky Pasaribu, perwakilan KSPPM mempertegas bahwa gubernur memiliki kewenangan mengeluarkan rekomendasi resmi penutupan PT TPL. Langkah ini dinilainya jauh lebih penting daripada sekadar kunjungan lapangan. 

Ia menyebut sedikitnya 500 warga telah menjadi korban pelanggaran HAM yang berkaitan dengan konflik konsesi perusahaan, serta 13 bencana ekologis yang muncul akibat aktivitasnya. 

Bahkan hingga kini, penetapan kawasan hutan di wilayah konsesi TPL belum selesai, dan prosesnya “masih dalam tahap penunjukan, sehingga hal ini mengindikasikan bahwa konsesi tersebut berada di wilayah yang ilegal.”

Secara sosial, ekonomi, dan ekologis, Rocky meyakini masyarakat adat akan hidup lebih sejahtera apabila pengelolaan wilayah dikembalikan kepada komunitas adat dan petani. 

Karena itu, baginya, "proses hukum saja tidak cukup menyelesaikan konflik yang sudah berlangsung puluhan tahun." 

Ia mengingatkan bahwa jika akhir November masih belum ada langkah konkret dari gubernur, berbagai lembaga dan masyarakat akan mempertimbangkan aksi lanjutan.

Gubernur Sepakat

Setelah gelombang aksi besar pada 10 November 2025, ruang dialog akhirnya terbuka. 

Pada Senin (24/11/2025), Gubernur Bobby Nasution menggelar pertemuan selama dua jam dengan Sekber Gerakan Oikumenis untuk Keadilan Ekologis, Ephorus HKBP Pdt. Dr. Victor Tinambunan, tokoh gereja, dan perwakilan Masyarakat Adat.

Dalam pertemuan itu, Bobby menyatakan akan menandatangani surat rekomendasi penutupan PT TPL dan mengirimkannya ke pemerintah pusat setelah proses penyusunan selesai dalam waktu satu pekan. 

“Satu minggu ini. Tadi kita sepakat, jadi minggu depan biar bisa saya teken,” ujar Bobi usai rapat.

Menurut Bobby, waktu penyusunan tersebut dibutuhkan agar pemerintah dapat menghadirkan rekomendasi yang sistematis dan berbasis data. 

Ia menegaskan bahwa keputusan tidak boleh diambil secara tergesa-gesa tanpa fondasi informasi yang dapat dipertanggungjawabkan. 

Poin-poin yang akan ditambahkan dalam rekomendasi itu mencakup solusi jangka pendek, menengah, dan panjang, termasuk nasib tenaga kerja lokal yang menggantungkan hidup pada perusahaan.

"Hal-hal seperti ini akan kita diskusikan sehingga menjadi satu rekomendasi yang baik dari Pemerintah Provinsi ke pusat," ujar Bobby.

Ia juga menyatakan bahwa area yang tengah berkonflik dengan masyarakat tidak boleh ditanami terlebih dahulu oleh PT TPL demi menghindari benturan di lapangan.

Ephorus Victor Tinambunan mengapresiasi langkah Bobby untuk membuka dialog. Hal ini "menunjukkan bahwa Gubernur peduli dengan masyarakatnya,” ujarnya. 

Sementara Pastor Walden Sitanggang menyebut keputusan gubernur sebagai perkembangan yang menggembirakan, sekaligus menegaskan bahwa mereka memahami perlunya mempertimbangkan kesejahteraan bersama seluruh pihak. 

Ia berharap penyusunan rekomendasi dapat selesai bahkan lebih cepat dari rencana demi melindungi hak-hak masyarakat adat yang terkooptasi oleh kepentingan bisnis penguasa.

Editor: Defri Ngo
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS