Jejak Kontroversi Tony Blair di Balik Ambisi Pembangunan Ulang Gaza

Tony Blair. (Foto:Dok. REUTERS)

PARBOABOA, Jakarta - Di balik janji kemakmuran dan revitalisasi Jalur Gaza, tersimpan rencana besar yang memicu kecaman global.

Terungkapnya keterkaitan lembaga milik mantan Perdana Menteri Inggris Tony Blair dengan proyek ambisius yang dituding beraroma pembersihan etnis, membuka akembali diskusi lama: siapa sebenarnya yang diuntungkan dari Gaza yang luluh lantak?

Nama Tony Blair Institute (TBI) kembali mencuat ke pusaran kontroversi. Lembaga yang dibentuk mantan Perdana Menteri Inggris pada 2016 ini belakangan dikaitkan dengan sebuah rencana pembangunan ulang Gaza yang dinilai sarat kepentingan politik dan bisnis.

Proyek itu memicu sorotan tajam lantaran dianggap membuka jalan bagi pembersihan etnis di Jalur Gaza, Palestina.

Dokumen yang diperoleh Financial Times dan diungkap pada Minggu (6/7) memaparkan visi ambisius tersebut: membangun kembali Gaza menjadi kawasan mewah dengan infrastruktur megah yang dinamai sesuai nama para raja Teluk.

Dalam rencana yang bertajuk The Great Trust, terpampang impian untuk mewujudkan “Trump Riviera” di jantung Gaza, seolah menghapus jejak luka panjang di tanah konflik itu.

Rencana besar ini lahir dari sekelompok pengusaha Israel, dibantu konsultan Boston Consulting Group (BCG).

Inti gagasan mereka, sebagaimana terungkap dalam presentasi, berangkat dari asumsi bahwa sedikitnya seperempat warga Palestina akan ‘secara sukarela’ meninggalkan tanah mereka — dan mayoritas tidak akan pernah kembali.

Pertanyaan besar pun muncul: benarkah warga Palestina punya kebebasan memilih? Publik internasional menilai, wacana relokasi tersebut sarat paksaan.

Kritikus menyebutnya tak ubahnya skema pembersihan etnis yang dibungkus jargon pembangunan modern.

Lebih ironis, di balik narasi blockchain, zona ekonomi pajak rendah, hingga pulau buatan ala Dubai, berdiri janji surga investasi di atas reruntuhan Gaza yang dihancurkan Israel.

Bantahan Tony Blair Institute

TBI, yang mengklaim berdiri demi mempromosikan reformasi kebijakan global dan menanggulangi ekstremisme, semula membantah terlibat.

“Cerita Anda salah besar. TBI tidak terlibat,” tegas seorang juru bicara TBI kepada Financial Times.

Namun, bukti kelompok diskusi berisi 12 orang — termasuk staf TBI, konsultan BCG, dan pengusaha Israel — menampar bantahan itu.

Lembaga ini akhirnya mengakui bahwa stafnya memang terlibat dalam diskusi, meski bersikukuh hanya sebagai ‘pendengar’.

Dokumen internal bertajuk Gaza Economic Blueprint pun terbongkar. Isinya: rencana membangun pelabuhan laut dalam yang akan menghubungkan Gaza dengan koridor India-Timur Tengah-Eropa serta pulau buatan di lepas pantai.

Meski beberapa ide meniru gagasan kelompok pengusaha Israel, TBI bersikeras tak pernah merestui gagasan relokasi warga Palestina.

Mereka berdalih hanya membuat skenario pascaperang, bukan skema pembersihan etnis.

Sosok-Sosok di Balik Layar

Investor teknologi Israel seperti Liran Tancman dan kapitalis ventura Michael Eisenberg berada di garda depan.

Keduanya mendirikan Gaza Humanity Foundation (GHF) yang reputasinya sudah tercoreng.

Peluncuran program bantuan GHF berujung tragedi: 700 warga Palestina tewas, lebih dari 4.000 terluka, semuanya ketika mencoba mengakses bantuan di bawah todongan senjata pasukan Israel.

Phil Reilly, mantan penasihat senior BCG, juga muncul ke permukaan. Pada awal 2024, Reilly dilaporkan membicarakan skema bantuan Gaza dengan warga sipil Israel dan bertemu langsung dengan Tony Blair di London.

Lagi-lagi, juru bicara TBI meredam rumor. Blair disebut hanya mendengar, tanpa menandatangani apa pun.

Kontroversi TBI tak berhenti di Gaza. Situs resminya memajang peta yang memasukkan Dataran Tinggi Golan, Tepi Barat, dan Gaza ke wilayah Israel — sebuah simbol yang membetot kemarahan banyak pihak.

Tony Blair sendiri diketahui punya jejak kontroversial lain. Ia tercatat sebagai pelindung kehormatan cabang Inggris Dana Nasional Yahudi Israel (JNF) yang kerap dikritik mendanai milisi terbesar Israel dan ‘menghapus’ Palestina dari peta.

TBI juga dikabarkan menerima dana dari penipu keuangan yang mendukung permukiman ilegal Israel dan terhubung ke jaringan Islamofobia di Amerika.

Sementara itu, Gaza Humanity Foundation disebut menjanjikan suntikan dana hingga US$100 juta dari sebuah negara yang dirahasiakan.

Bahan presentasi setebal 30 halaman yang diajukan ke pejabat AS dan pihak regional mengusulkan tanah publik Gaza dikelola di bawah pengawasan Israel hingga ‘didederadikalisasi’.

Tanah pribadi pun akan ‘ditukar’ dengan token digital, dengan janji hunian permanen.

Tak main-main, proposal ini menggembar-gemborkan 10 megaproyek dengan nama-nama para pemimpin Teluk seperti MBS Ring atau MBZ Central.

Targetnya: menarik raksasa global seperti Tesla, Amazon, hingga IKEA ke Gaza. Proyeksi BCG pun bombastis: dari nilai ekonomi nol, Gaza bisa mendulang US$324 miliar jika rencana berjalan mulus.

Di balik angka-angka fantastis, wargalah yang masih belum jelas di mana tempatnya. Gaza, lagi-lagi, terancam menjadi ladang eksperimen geopolitik dan modal.

Editor: Norben Syukur
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS