PARBOABOA, Jakarta - Pertemuan bilateral antara Pemerintah Indonesia dan Amerika Serikat pada Rabu (9/7/2025) menandai fase penting dalam upaya memperkuat kembali hubungan dagang kedua negara.
Delegasi Indonesia, yang dipimpin Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, bertatap muka langsung dengan U.S. Secretary of Commerce Howard Lutnick dan United States Trade Representative Jamieson Greer.
Pertemuan tersebut berlangsung hanya dua hari setelah Presiden AS Donald Trump mengumumkan kebijakan tarif barunya sebesar 32 persen untuk Indonesia dan tarif tambahan 10 persen karena Indonesia bagian dari BRICS.
Kehadiran Indonesia sebagai salah satu negara pertama yang diundang untuk membuka kembali pembicaraan dagang dianggap mencerminkan kepentingan strategis AS di kawasan Asia Tenggara.
Di sisi lain, Indonesia juga memanfaatkan momentum ini untuk menegaskan posisi tawar dalam negosiasi tarif, akses pasar, dan kerja sama investasi yang lebih adil.
Airlangga menyebut jalannya dialog dengan mitra AS berlangsung secara konstruktif, mencakup isu-isu penting seperti tarif dan hambatan non-tarif, penguatan ekonomi digital, keamanan ekonomi, serta kerja sama di sektor strategis.
“Kita sudah sampai pada titik pemahaman bersama dalam beberapa aspek. Fokus ke depan adalah menyelesaikan negosiasi dengan prinsip saling menguntungkan,” ujarnya mengutip laman Kemenko Bidang Perekonomian, Kamis (10/7/2025).
Namun, di balik narasi kerja sama, terdapat kekhawatiran bahwa tekanan kebijakan tarif dari Washington bisa memaksa negara-negara mitra, termasuk Indonesia, untuk menyesuaikan diri pada aturan main baru yang lebih menguntungkan AS.
Amerika sendiri menyatakan bahwa upaya ini merupakan bagian dari restrukturisasi perdagangan global untuk memastikan kepentingan industrinya tetap terlindungi di tengah kompetisi global yang ketat.
Dari sisi Indonesia, pertemuan ini juga dimanfaatkan untuk memperluas cakupan kerja sama di sektor-sektor bernilai tambah, terutama mineral kritis seperti nikel, tembaga, dan kobalt.
Ragam komoditas tersebut kini menjadi incaran negara-negara besar dalam transisi energi.
Pemerintah AS menyampaikan minat serius untuk membangun kemitraan strategis dalam pengolahan dan pemurnian mineral, sementara Indonesia menekankan pentingnya transfer teknologi dan manfaat ekonomi jangka panjang yang adil.
Airlangga juga menyinggung perkembangan kerja sama konkret yang sudah berlangsung.
Beberapa perusahaan Indonesia, terutama di sektor pertanian dan energi, telah menandatangani nota kesepahaman dengan perusahaan AS sebagai bagian dari upaya memperluas investasi dan perdagangan dua arah.
Namun pertanyaan yang mengemuka adalah sejauh mana komitmen AS akan terwujud dalam bentuk aksi nyata dan bukan sekadar pernyataan goodwill?
Indonesia menegaskan akan terus melanjutkan negosiasi dengan pendekatan terbuka dan beritikad baik. Meski demikian, proses ini menuntut kehati-hatian agar kepentingan nasional tidak terpinggirkan di tengah upaya membangun kesepakatan bersama.
Dalam pertemuan tersebut, Menko Airlangga turut didampingi sejumlah pejabat Kemenko Perekonomian, antara lain Sekretaris Kementerian Koordinator Susiwijono, Deputi Kerja Sama Ekonomi dan Investasi Edi Prio Pambudi, Deputi Perniagaan dan Ekonomi Digital Ali Murtopo, serta Asisten Deputi Kerja Sama Ekonomi Bilateral Irwan Sinaga.
Ancaman Tarif Trump
Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump kembali memantik kontroversi dengan menyatakan rencana untuk memberlakukan tarif tambahan sebesar 10 persen terhadap negara anggota BRICS, termasuk Indonesia.
Pernyataan keras ini muncul sebagai reaksi atas kritik tajam yang dilontarkan BRICS terhadap kebijakan tarif AS serta operasi militer bersama AS-Israel terhadap Iran dalam beberapa pekan terakhir.
Melalui akun resminya di Truth Social pada Minggu (6/7/2025) malam, Trump menyampaikan bahwa pihaknya tidak akan memberi toleransi kepada negara-negara yang dinilai mendukung arah kebijakan anti-Amerika.
“Setiap negara yang ikut serta dalam agenda anti-AS dari BRICS akan dikenai tarif tambahan 10 persen tanpa terkecuali,” tulisnya, sebagaimana dilaporkan AFP
Bila pernyataan itu direalisasikan, Indonesia sebagai anggota baru BRICS akan langsung terkna imbasnya.
Tantangan pun akan membayangi Indonesia di tengah peta geopolitik yang semakin kompleks.
Ketegangan mulai meningkat sejak pernyataan bersama yang dirilis pada Konferensi Tingkat Tinggi BRICS di Rio de Janeiro.
Dalam pernyataan itu, negara-negara anggota menyuarakan keprihatinan mendalam atas meningkatnya langkah sepihak AS, baik dalam hal kebijakan tarif maupun intervensi militernya terhadap Iran.
Meskipun nama AS tidak disebutkan secara langsung, nada pernyataan itu cukup jelas menyasar tindakan pada Washington.
BRICS juga secara simbolis menunjukkan dukungan terhadap Iran, yang dalam beberapa waktu terakhir menjadi sasaran serangan militer terhadap fasilitas nuklir dan infrastruktur strategis oleh AS dan sekutunya.