PARBOABOA, Jakarta - Pemerintah Indonesia memastikan tidak akan mengambil langkah balasan terhadap Amerika Serikat meskipun negara tersebut resmi memberlakukan tarif dagang sebesar 32 persen pada Senin (7/7/2025).
Meski demikian, pemerintah tetap membuka ruang kerja sama, terutama jika terbukti memberikan keuntungan bagi kedua negara.
Juru Bicara Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Haryo Limanseto pada Rabu (9/7/2025)menegaskan bahwa kesepakatan dagang yang telah dirintis para pelaku usaha akan tetap berjalan selama memberikan manfaat bagi kedua belah pihak.
Pemerintah, menurutnya, hanya berperan sebagai pendukung agar dunia usaha dapat memperluas hubungan dagang dan investasi dengan AS.
Haryo menjelaskan bahwa pemerintah sebelumnya hanya mendorong agar sejumlah nota kesepahaman yang sudah disusun tetap dijalankan sebelum adanya pengumuman tarif dari AS.
Tujuannya adalah agar kerja sama tetap menarik bagi para pelaku usaha. Namun, kelanjutan dari kerja sama tersebut sepenuhnya tergantung pada pertimbangan bisnis masing-masing pihak.
Di sisi lain, pemerintah juga mendorong agar neraca perdagangan dengan AS bisa lebih seimbang dan tidak terus merugikan Indonesia.
Ia berharap pemerintah AS dapat melihat posisi Indonesia secara lebih proporsional, mengingat berbagai upaya dan konsesi yang sudah dilakukan.
Sebagai strategi meredakan ketegangan dan mendorong peninjauan ulang tarif pemerintahan AS, Indonesia telah melakukan pembelian komoditas energi dan pertanian dari AS dengan nilai mencapai 34 miliar dolar AS.
Angka tersebut melebihi defisit perdagangan Indonesia terhadap AS yang tercatat sebesar 17,9 miliar dolar pada 2024. Beberapa entitas nasional, baik dari sektor swasta maupun BUMN, telah terlibat dalam kerja sama tersebut.
Misalnya, PT Kilang Pertamina International akan membeli minyak mentah dari AS, dan PT Busana Apparel Group yang mewakili Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) akan mengimpor kapas dari negara tersebut.
FKS Group juga akan mengimpor sejumlah produk pertanian, sementara PT Sorini Agro Asia Corporindo selaku anggota Perkumpulan Produsen Pemurni Jagung Indonesia akan mengambil pasokan jagung dari AS.
Di sektor pangan, Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (Aptindo) bersiap mengimpor gandum.
Namun demikian, Haryo menyampaikan bahwa beberapa detail mengenai nilai dan volume kerja sama belum bisa diumumkan ke publik.
Alasannya, sebagian besar dari kesepakatan masih dalam proses dan pelaku usaha dari pihak AS merasa kurang nyaman jika rincian transaksi dibuka terlalu dini.
Dari pihak AS sendiri, beberapa perusahaan besar telah menunjukkan komitmennya dalam kerja sama ini, seperti US Wheat Associates, Cotton Council International, Zen-Noh Grain Corp, serta perusahaan energi ternama seperti ExxonMobil dan Chevron.
Ekonomi Global Terancam Lemah
Secara terpisah, Menteri Keuangan Republik Indonesia, Sri Mulyani Indrawati, mengingatkan prospek pertumbuhan ekonomi global berpotensi terus menurun, menyusul kebijakan tarif impor Donald Trump.
Pernyataan tersebut ia sampaikan dalam rapat kerja bersama Komite IV Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI pada Rabu (9/7/2025).
Ia menilai bahwa langkah proteksionis yang ditempuh AS itu memicu gejolak baru di pasar keuangan dan memberikan dampak langsung terhadap sentimen ekonomi global, terutama di kuartal kedua tahun ini.
Sri Mulyani menegaskan pemerintah tidak akan tinggal diam. Saat ini, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian bersama kementerian terkait tengah menjalin proses negosiasi dengan pemerintah AS.
Upaya diplomatik ini ditargetkan rampung sebelum batas waktu yang ditentukan, yakni pada Rabu (1/8/2025) mendatang.