Tugas Khusus Gibran di Papua: Koordinator Pusat, Bukan Pemindahan Kantor

Gibran Rakabuming Raka pakai baju adat Papua saat HUT ke-79 RI. (Foto: IG/@papua_ku)

PARBOABOA, Jakarta - Polemik seputar penugasan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka dalam percepatan pembangunan Papua mendapat penjelasan langsung dari Menko Polhukam Yusril Ihza Mahendra.

Yusril menegaskan, penugasan tersebut tidak berarti Gibran akan berkantor di Papua. Narasi yang sempat berkembang di publik, bahwa Wapres akan pindah kantor ke Bumi Cenderawasih, ditepis secara lugas oleh sejumlah pejabat, termasuk Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian.

Penugasan Gibran adalah bagian dari mandat konstitusional dalam bentuk koordinasi kebijakan nasional, bukan pelaksanaan teknis di lapangan.

Dalam pernyataan resminya pada Rabu (9/7), Yusril menegaskan bahwa yang akan berkantor di Papua bukanlah Gibran, melainkan Sekretariat Badan Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus (Otsus) Papua yang dibentuk oleh Presiden.

“Jadi bukan Wakil Presiden akan berkantor di Papua, apalagi akan pindah kantor ke Papua,” tegasnya.

Hal ini sekaligus membantah pemberitaan beberapa media yang menyebut Gibran akan menetap secara administratif di Papua dalam menjalankan tugas khusus tersebut.

Penugasan Gibran ini, lanjut Yusril, mengacu pada Pasal 68A Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 yang merupakan perubahan kedua atas UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua.

Berdasarkan ketentuan tersebut, pemerintah membentuk Badan Khusus Percepatan Pembangunan Otsus Papua.

Badan ini dipimpin langsung oleh Wakil Presiden dan beranggotakan beberapa menteri strategis, seperti Menteri Dalam Negeri, Menteri PPN/Kepala Bappenas, Menteri Keuangan, serta satu orang perwakilan dari setiap provinsi di Papua.

Fungsi badan ini adalah menyelaraskan kebijakan, mengevaluasi, serta mengoordinasikan pelaksanaan Otsus di seluruh wilayah Papua. Adapun ketentuan lebih rinci akan dituangkan dalam bentuk Peraturan Pemerintah.

Yusril juga mengingatkan bahwa posisi Wakil Presiden secara konstitusional berada di Ibu Kota Negara, sebagaimana diatur oleh UUD 1945.

Dengan demikian, tidak ada kemungkinan bagi seorang wakil presiden untuk berpindah kantor tetap ke daerah, termasuk Papua.

“Secara konstitusional, tempat kedudukan Presiden dan Wakil Presiden tidak mungkin terpisah,” ucap Yusril, memperjelas bahwa peran Wapres dalam badan tersebut adalah sebagai pemegang kendali koordinasi kebijakan tingkat pusat, bukan pelaksana teknis harian yang mengharuskan kehadiran fisik permanen di wilayah tersebut.

Sebelumnya, dalam forum peluncuran Laporan Tahunan Komnas HAM 2024 yang disiarkan di YouTube dan dikutip Selasa (8/7), Yusril sempat menyatakan bahwa Gibran akan mendapatkan tugas khusus untuk menangani Papua, tidak hanya pada aspek pembangunan fisik, tetapi juga dalam isu-isu Hak Asasi Manusia.

Bahkan saat itu, ia menyebut kemungkinan adanya kantor bagi Wapres di Papua. Namun, kini ia menegaskan, jika ada kantor, itu untuk mendukung kerja sekretariat dan badan pelaksana yang berada di bawah koordinasi Wapres, bukan untuk Gibran secara personal.

Penugasan ini masih dalam tahap pembahasan dan kemungkinan akan diformalkan melalui Keputusan Presiden (Keppres).

Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian pun menegaskan hal yang sama. Dalam keterangannya di kompleks parlemen, Selasa (8/7/2025), Tito menjelaskan bahwa Wapres tidak akan berkantor di Papua, meski akan ditunjuk sebagai kepala dari Badan Khusus Percepatan Pembangunan Papua.

“Setahu saya tidak. Konsepnya undang-undang itu tidak seperti itu. Yang sehari-hari berada di Papua adalah badan eksekutifnya, bukan wakil presiden,” kata Tito.

Ia menyebut bahwa gedung kantor untuk badan eksekutif tersebut sudah disiapkan oleh Kementerian Keuangan di Jayapura.

Tito menjelaskan bahwa dalam struktur badan tersebut, Wapres bertugas untuk mengoordinasikan kebijakan secara menyeluruh dari pusat.

Sementara pelaksanaan teknis dan evaluasi di lapangan akan menjadi tanggung jawab badan eksekutif yang menetap di Papua.

“Tugasnya Wapres adalah mengoordinasikan. Tapi untuk eksekusi sehari-hari dilakukan oleh badan eksekutif,” ungkapnya.

Dengan kata lain, Wapres tetap menjadi otoritas tertinggi dalam pengawasan program percepatan pembangunan Papua, namun implementasi di lapangan dipegang oleh tim khusus yang akan berkantor di Jayapura.

Penunjukan Wakil Presiden untuk memimpin lembaga terkait Papua bukan hal baru. Di era Presiden Joko Widodo, Wapres Ma’ruf Amin juga dipercaya memimpin Badan Pengarah Percepatan Otonomi Khusus Papua (BP3OKP) pada tahun 2022.

Bahkan Ma’ruf sempat berkantor di Papua selama lima hari pada Oktober 2023. Namun, saat itu pun penempatan kantor hanya bersifat sementara untuk keperluan koordinasi, bukan sebagai markas permanen.

Editor: Norben Syukur
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS