PARBOABOA, Jakarta - Presiden Prabowo Subianto berencana menjalin komunikasi langsung dengan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, untuk membahas kebijakan tarif impor yang baru saja diumumkan.
Langkah ini muncul setelah pemerintah AS memberlakukan tarif impor sebesar 32 persen terhadap sejumlah produk, yang diumumkan pada Senin (7/7/2025).
Menteri Sekretaris Negara, Prasetyo Hadi, menyampaikan bahwa ada wacana pertemuan antara kedua kepala negara, meskipun jadwalnya belum dapat dipastikan.
Ia menekankan bahwa wacana ini masih dalam tahap perencanaan dan belum bisa dikonfirmasi akan terlaksana, mengingat proses negosiasi yang masih berjalan.
Prasetyo juga menyampaikan bahwa pemerintah Indonesia terus mendorong proses diplomasi melalui jalur ekonomi yang kini dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto.
Ia mengajak masyarakat untuk mendukung proses negosiasi ini agar bisa membuahkan hasil yang positif bagi perdagangan nasional.
Lebih lanjut, ia menyatakan harapan agar kebijakan tarif yang telah diumumkan pemerintah AS masih dapat dikaji ulang, sehingga bisa memberikan ruang bagi kerja sama ekonomi yang saling menguntungkan.
Pemerintah Indonesia, kata Prasetyo, menginginkan hasil negosiasi yang mampu melindungi kepentingan nasional di tengah dinamika global yang semakin kompetitif.
Sebelumnya, pemerintah menyebut tidak akan membalas kebijakan tarif 32 persen yang diberlakukan Amerika Serikat pada Senin (7/7/2025), namun tetap membuka ruang kerja sama dagang yang saling menguntungkan.
Juru Bicara Kemenko Perekonomian, Haryo Limanseto, menyatakan bahwa pemerintah hanya berperan sebagai fasilitator, sementara kelanjutan kerja sama tergantung pada pertimbangan bisnis masing-masing pihak.
Untuk menyeimbangkan neraca perdagangan dan meredakan ketegangan, Indonesia telah membeli komoditas energi dan pertanian dari AS senilai 34 miliar dolar AS, melebihi defisit dagang tahun 2024 yang sebesar 17,9 miliar dolar.
Beberapa perusahaan nasional seperti PT Kilang Pertamina International, PT Busana Apparel Group, FKS Group, dan Aptindo ikut dalam kerja sama tersebut.
Di sisi lain, perusahaan-perusahaan besar AS seperti ExxonMobil, Chevron, dan US Wheat Associates juga menunjukkan komitmennya. Meski demikian, detail transaksi belum diungkap karena masih dalam proses dan pertimbangan kenyamanan pihak AS.