Prabowo dan Anwar Sepakat Kolaborasi Kawasan: Ambalat Jadi Simbol Persatuan Strategis

Prabowo Subianto dan Perdana Menteri (PM) Malaysia Anwar Ibrahim. (Foto: Dok. Sekretariat Presiden)

PARBOABOA, Jakarta - Pertemuan bersejarah antara Presiden RI Prabowo Subianto dan Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim di Jakarta, menandai babak baru dalam hubungan bilateral dua negara serumpun.

Isu-isu krusial seperti perbatasan dan pengembangan kawasan strategis seperti Blok Ambalat dibahas secara terbuka dengan semangat kolaboratif.

Presiden Indonesia Prabowo Subianto menyambut kedatangan resmi Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim di Istana Merdeka, Jakarta, pada Jumat, 27 Juni 2025.

Pertemuan antara kedua pemimpin negara yang memiliki akar budaya dan sejarah yang sama itu berlangsung dalam suasana hangat, intens, dan produktif.

Sejumlah kesepakatan strategis berhasil dicapai, mulai dari percepatan kerja sama bilateral hingga penanganan isu-isu regional dan global.

Salah satu titik tekan adalah pentingnya membangun solidaritas kawasan ASEAN dalam menghadapi tantangan bersama.

"Masalah-masalah bilateral, regional ASEAN, bahkan global kita bahas secara intens. Ternyata dalam hampir semua hal, pandangan Indonesia dan Malaysia sangat sejalan," ungkap Presiden Prabowo saat konferensi pers bersama.

Dalam kerangka hubungan bilateral, Prabowo dan Anwar menyatakan komitmen untuk mempercepat kerja sama di berbagai bidang, seperti ekonomi, perdagangan, pendidikan, dan kebudayaan.

Fokus khusus diberikan pada penyelesaian isu perbatasan yang telah lama menjadi sorotan. Komitmen kuat untuk menyelesaikan persoalan tersebut menjadi sinyal positif bagi stabilitas dan penguatan hubungan jangka panjang kedua negara.

"Masalah perbatasan adalah hal yang harus diselesaikan secepatnya demi kepentingan yang lebih besar—persahabatan dan kerja sama erat antara negara kita," ujar Prabowo.

Ambalat, Kolaborasi Ekonomi

Blok Ambalat kembali menjadi salah satu pokok pembahasan. Namun berbeda dari pendekatan sebelumnya, kedua pemimpin sepakat mengedepankan skema kolaboratif melalui pengembangan ekonomi bersama.

Pendekatan joint development ini membuka peluang eksplorasi sumber daya di kawasan tersebut secara damai dan produktif.

"Contoh soal Ambalat, kita ingin memulai kerja sama ekonomi meski aspek hukum masih dibahas. Apa pun yang kita temukan di laut itu, kita akan eksplorasi bersama," jelas Prabowo.

Perdana Menteri Anwar Ibrahim menyambut positif pendekatan tersebut. Ia menekankan pentingnya semangat persaudaraan dan rasa tanggung jawab untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat di kedua negara. A

nwar juga mendorong pendekatan pragmatis terhadap persoalan hukum, sembari memperkuat kerja sama ekonomi.

"Kalau dari segi hukum masih ada kebuntuan, tidak ada halangan untuk memulai kerja sama ekonomi. Misalnya joint development authority, termasuk di Ambalat," tegas Anwar.

PM Anwar turut mengapresiasi perhatian Indonesia terhadap dinamika di wilayah perbatasan. Ia juga menyoroti potensi besar sektor perdagangan dan investasi yang dinilai belum dimaksimalkan oleh kedua negara.

Dengan dorongan dari pimpinan tertinggi, kolaborasi ini diharapkan mampu membuka peluang baru yang saling menguntungkan.

"Potensi dagang dan investasi kita terlalu besar untuk tidak dimanfaatkan. Saya setuju dengan Presiden Prabowo, kita perlu ambil langkah-langkah konkret untuk mengoptimalkan potensi tersebut," tambahnya.

Ambalat dalam Sejarah

Blok Ambalat merupakan wilayah laut seluas 15.235 km² yang terletak di Laut Sulawesi. Kawasan ini dikenal memiliki kandungan minyak dan gas yang besar dan strategis untuk masa depan energi kedua negara.

Sengketa bermula dari perbedaan persepsi antara Indonesia dan Malaysia terkait batas landas kontinen dan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) masing-masing negara.

Konflik memanas pada 1979 ketika Malaysia memasukkan Ambalat ke dalam peta wilayahnya, meskipun sebelumnya dalam Perjanjian Tapal Batas Landas Kontinen (1969), kawasan tersebut diakui sebagai milik Indonesia.

Tindakan Malaysia ini tidak hanya ditentang oleh Indonesia, tetapi juga diprotes oleh negara-negara lain seperti Inggris, Thailand, dan Filipina.

Pada 2009, di bawah kepemimpinan Presiden SBY dan PM Abdullah Ahmad Badawi, kedua negara berupaya mencari solusi diplomatik atas sengketa tersebut.

Malaysia mencoba menguatkan klaimnya melalui pendekatan hukum yang merujuk pada Pulau Sipadan dan Ligitan, yang sebelumnya dimenangkan di Mahkamah Internasional. Namun klaim tersebut bertentangan dengan Konvensi Hukum Laut (UNCLOS) 1982.

UNCLOS menyatakan bahwa Indonesia sebagai negara kepulauan berhak menentukan wilayahnya berdasarkan garis pangkal dari kepulauan terluar.

Sementara Malaysia, sebagai negara pantai, tidak dapat menggunakan metode yang sama. Oleh karena itu, berdasarkan hukum internasional, Blok Ambalat tetap diakui sebagai bagian dari wilayah Indonesia.

Blok Ambalat kini bukan sekadar simbol konflik, tetapi potensi kolaborasi antar dua negara besar di Asia Tenggara.

Editor: Norben Syukur
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS