PARBOABOA, Jakarta - Dalam upaya menciptakan ekosistem digital yang aman sekaligus mendukung pertumbuhan industri gim, Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) resmi meluncurkan Indonesia Game Rating System (IGRS).
Sistem ini menjadi standar nasional pertama di Asia Tenggara yang mengatur klasifikasi usia pemain gim, sekaligus langkah strategis pemerintah dalam melindungi anak-anak dari konten digital yang tidak sesuai.
Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) resmi meluncurkan Indonesia Game Rating System (IGRS).
Sistem rating nasional ini bertujuan mengatur klasifikasi usia pada gim yang beredar di Indonesia. Peluncuran ini dilakukan dalam ajang Indonesia Game Developer Exchange (IGDX) di Kuta, Bali, Sabtu (11/10/2025).
Menteri Komdigi, Meutya Hafid, menyebut sistem tersebut bukan hanya untuk melindungi industri gim lokal, tetapi juga untuk memastikan keamanan dan kesejahteraan para pemain, khususnya anak-anak.
“Pada prinsipnya, ini dilakukan untuk meningkatkan dan melindungi industri gim, sekaligus melindungi para pemainnya, terutama anak-anak,” ujar Meutya di hadapan peserta dan pengembang gim dari berbagai daerah.
Mulai Januari 2026, peraturan IGRS akan diberlakukan secara efektif. Setiap pengembang dan penerbit gim diwajibkan mencantumkan klasifikasi usia pemain dalam kategori 3+, 7+, 13+, 15+, dan 18+.
Sistem ini mengandalkan penilaian mandiri (self-assessment) dari pengembang yang kemudian diverifikasi oleh Komdigi untuk memastikan kesesuaiannya.
Meutya menegaskan bahwa proses penilaian ini tidak dipungut biaya, sebagai bentuk dukungan pemerintah terhadap kreativitas dan inovasi pengembang lokal.
IGRS juga menjadi pelengkap dari Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak.
Regulasi tersebut mengatur profil risiko terhadap tujuh aspek penting, mulai dari interaksi dengan orang asing, konten ilegal, eksploitasi konsumen, keamanan data pribadi, hingga potensi kecanduan dan risiko psikologis.
Menurut Meutya, keberadaan sistem ini diharapkan dapat menumbuhkan rasa aman bagi orang tua dan pemain gim.
Dengan adanya label usia yang jelas, para orang tua dapat lebih mudah mengawasi gim yang dikonsumsi anak-anak mereka.
“Ini akan memberikan kepercayaan kepada orang tua dan pelaku gim. Mereka bisa lebih tenang karena tahu usia berapa yang tepat untuk memainkan gim tersebut,” tegasnya.
Sementara itu, Direktur Jenderal Ekosistem Digital Komdigi, Edwin Hidayat Abdullah, menegaskan bahwa tidak semua gim layak dimainkan oleh semua umur.
Beberapa gim mengandung unsur kekerasan atau kata-kata kasar yang bisa berdampak buruk bagi anak. Karena itu, tanggung jawab besar kini diemban oleh para pengembang.
Jika ada pelanggaran terhadap ketentuan rating, Komdigi akan menjatuhkan sanksi berupa kenaikan klasifikasi usia hingga penarikan (take down) gim dari peredaran.
Edwin juga mengingatkan agar orang tua tidak memanipulasi data usia anak demi mendaftarkan akun gim yang tidak sesuai kategori.
“Jangan sampai orang tua meminjamkan identitas untuk mendaftarkan akun anak di bawah umur,” ujarnya dengan tegas.
Presiden Asosiasi Game Indonesia (AGI), Shafiq Husein, menyambut baik peluncuran sistem rating ini.
Menurutnya, IGRS menjadi langkah positif untuk mendukung inovasi dan mengurangi potensi pemblokiran gim yang sering kali terjadi karena tidak ada pedoman nasional yang jelas.
“Dengan adanya IGRS, para pengembang justru merasa lebih aman dan terlindungi. Ketika gim sudah mendapatkan rating resmi, pemerintah pun telah memberikan legitimasi bahwa konten tersebut sesuai,” ungkap Shafiq.
Peluncuran IGRS juga sejalan dengan visi Komdigi untuk mempercepat transformasi digital di seluruh wilayah Indonesia, termasuk Papua dan daerah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar).
Dalam beberapa tahun terakhir, percepatan infrastruktur digital di Papua mengalami peningkatan signifikan.
Berdasarkan data Kominfo, pada 2025 lebih dari 92% wilayah Papua telah terhubung dengan jaringan Palapa Ring Timur, yang memungkinkan peningkatan akses internet dan pertumbuhan ekosistem gim lokal. Dengan dukungan kebijakan seperti IGRS, pemerintah berharap pengembang dari kawasan timur Indonesia dapat berkompetisi di pasar nasional maupun internasional tanpa mengabaikan aspek etika dan perlindungan anak.
Peluncuran IGRS menandai babak baru bagi industri gim nasional: tak sekadar menjadi wadah hiburan, tetapi juga sarana edukasi dan pembentukan karakter digital yang sehat.
Dengan regulasi yang jelas, dukungan pemerintah, serta partisipasi aktif masyarakat, Indonesia bergerak menuju ekosistem digital yang aman, inklusif, dan berdaya saing di tingkat global.