Formappi: Informasi Reses DPR Layaknya “Hantu”, Publik Tak Pernah Tahu Penggunaannya

Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi), Lucius Karus, saat ditemui di Kantor Formappi, Matraman, Jakarta Pusat. (Foto: Dok. Kompas)

PARBOABOA, Jakarta - Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) menyoroti ketertutupan informasi terkait kegiatan reses anggota DPR RI.

Peneliti Formappi, Lucius Karus, menyebut data dan laporan kegiatan para wakil rakyat di daerah pemilihan (dapil) bagaikan “informasi hantu” — ada tapi tak pernah benar-benar terlihat oleh publik.

Pernyataan ini disampaikan Lucius Karus saat dihubungi di Jakarta, Minggu (12/10/2025).

Menurutnya, publik selama ini tidak pernah memperoleh penjelasan yang jujur dan transparan mengenai aktivitas anggota DPR ketika berada di dapil masing-masing, termasuk soal penggunaan anggaran dan tunjangan yang menyertainya.

Lucius menegaskan bahwa berbagai tunjangan, seperti tunjangan reses dan dana kunjungan ke dapil, selalu diselimuti misteri.

“Tunjangan reses dan segala hal yang terkait kunjungan anggota DPR ke daerah pemilihan tak pernah disampaikan secara terbuka. Semuanya seolah menjadi informasi gaib di lingkungan DPR,” ujarnya.

Lebih lanjut, Lucius menyoroti lemahnya laporan pertanggungjawaban kegiatan reses. Ia menyebut, meskipun agenda reses selalu tercantum dalam jadwal resmi, namun hasil kegiatan dan pelaksanaannya jarang, bahkan hampir tidak pernah, dipublikasikan.

“Agendanya memang ada, tetapi publik tidak pernah tahu apa saja yang dikerjakan selama masa reses itu, atau apa dampak nyata dari kegiatan tersebut,” tegas Lucius.
Ia menilai kondisi ini menciptakan ruang abu-abu yang dapat dimanfaatkan untuk penyimpangan penggunaan dana publik.

Menurut Lucius, ketertutupan tersebut berpotensi membuka celah penyalahgunaan dana reses yang jumlahnya sangat besar.

Dengan anggaran reses mencapai Rp 702 juta per anggota DPR, tanpa laporan dan audit terbuka, dana itu rawan digunakan untuk kepentingan pribadi.

“Tanpa pengawasan publik, bukan mustahil ada anggota DPR yang sama sekali tidak turun ke dapil, tapi malah memanfaatkan masa reses untuk berlibur,” ungkapnya.

Pernyataan ini menguatkan kekhawatiran bahwa dana rakyat bisa saja tidak tersalurkan untuk kepentingan konstituen, tetapi justru untuk kebutuhan pribadi para wakil rakyat.

Kenaikan Dana Reses Dua Kali Lipat

Kritik Formappi muncul di tengah kabar kenaikan dana reses untuk periode DPR RI 2024–2029.

Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad menjelaskan, dana reses meningkat dari Rp 400 juta menjadi Rp 702 juta, hampir dua kali lipat dibandingkan periode sebelumnya.

Kenaikan ini, kata Dasco, disebabkan bertambahnya jumlah kegiatan dan kunjungan anggota DPR di tahun 2025.

“Indeks kegiatan dan dana reses tahun ini naik karena jumlah kunjungan di dapil ditambah, begitu juga dengan komponen pendukungnya,” jelas Dasco kepada wartawan di Jakarta, Sabtu (11/10/2025).

Ia menambahkan, kebijakan baru ini mulai berlaku sejak Mei 2025, sedangkan pada Januari–April 2025, anggota DPR masih menerima dana reses sebesar Rp 400 juta.

Bukan ke Kantong Pribadi

Dasco juga menegaskan bahwa dana reses tidak boleh digunakan untuk kepentingan pribadi, melainkan untuk mendanai kegiatan serap aspirasi masyarakat di dapil masing-masing.

“Uangnya bukan untuk anggota dewan, tapi untuk kegiatan reses di dapil,” ujarnya menepis anggapan adanya penyalahgunaan.

Ia menambahkan, kegiatan reses sendiri tidak dilakukan setiap bulan, tetapi beberapa kali dalam setahun sesuai jadwal DPR.

“Reses itu tidak tiap bulan. Biasanya hanya empat sampai lima kali setahun, tergantung agenda DPR,” kata politikus Partai Gerindra itu.

Sorotan Formappi dan penjelasan DPR memperlihatkan adanya celah besar dalam transparansi penggunaan dana publik di parlemen.

Ketika jumlah dana terus meningkat, publik berhak menuntut laporan yang lebih terbuka mengenai kegiatan reses agar fungsi pengawasan rakyat terhadap wakilnya dapat berjalan dengan baik.

Tanpa keterbukaan, kegiatan reses akan terus menjadi misteri yang mengaburkan batas antara kerja nyata dan kepentingan pribadi. 

Editor: Norben Syukur
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS