PARBOABOA, Jakarta - Kasus malaria di Kecamatan Sinaboi, Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau, meningkat tajam sepanjang tahun 2025.
Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Riau mencatat lebih dari 1.000 warga terinfeksi parasit plasmodium yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles betina.
Pelaksana Tugas Kepala Dinkes Provinsi Riau, NS Widodo, menuturkan bahwa Sinaboi tergolong sebagai daerah reseptif malaria, yaitu wilayah dengan tingkat risiko penularan yang tinggi.
Berdasarkan data yang dihimpun, ia menjelaskan jumlah kasus di Sinaboi kini mencapai lebih dari 1.000 sepanjang tahun 2025, sehingga menjadikannya daerah dengan angka tertinggi di Kabupaten Rokan Hilir.
Menurut Widodo, angka tersebut jauh melampaui wilayah lain seperti Kecamatan Pasir Limau Kapas yang hanya mencatat sekitar 500 kasus.
Widodo menilai, tingginya mobilitas penduduk menjadi salah satu faktor penyebaran malaria di wilayah itu. Oleh karena itu, ia menegaskan perlunya kerja sama lintas sektor untuk menangani masalah ini secara komprehensif.
Ia menambahkan bahwa pergerakan masyarakat yang tinggi membutuhkan respons cepat dan koordinasi antarinstansi agar penularan penyakit dapat dikendalikan dengan efektif.
Meski angka kasus cukup besar, Widodo memastikan hingga saat ini belum ada laporan kematian akibat malaria di Sinaboi.
Ia menjelaskan kondisi tersebut dapat dicegah berkat penanganan cepat dari petugas kesehatan, mulai dari puskesmas pembantu hingga rumah sakit.
Sebagai langkah penanggulangan, Dinkes Provinsi Riau bekerja sama dengan tim ahli dari Laboratorium Kesehatan Masyarakat Kota Batam.
Tim tersebut melaksanakan penyuluhan dan edukasi kesehatan di sekolah-sekolah serta di tengah masyarakat Kecamatan Sinaboi.
Selain itu, dilakukan pula berbagai upaya pencegahan seperti pembagian kelambu antinyamuk, pelaksanaan survei residu dalam ruangan (indoor residual survey), pemeriksaan darah massal (mass blood survey), serta pemantauan efektivitas ikan pemakan jentik nyamuk sebagai metode pengendalian vektor.
Melalui rangkaian langkah tersebut, pemerintah berharap penyebaran malaria di Kecamatan Sinaboi dapat ditekan sekaligus meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga kesehatan dan mencegah penyakit menular.
Masih Tinggi
Penyakit malaria masih menjadi persoalan serius di sejumlah wilayah Indonesia. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan RI, kasus malaria menunjukkan peningkatan signifikan dalam dua tahun terakhir.
Pada 2023 tercatat 418.546 kasus, sementara pada 2024 jumlahnya melonjak menjadi 543.965 kasus positif.
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Penanggulangan Penyakit Kementerian Kesehatan, drg. Murti Utami, menjelaskan bahwa pemerintah menargetkan Indonesia dapat mencapai status bebas malaria pada 2030.
Ia mengungkapkan, sebagian besar kasus masih terkonsentrasi di wilayah timur Indonesia, terutama di Papua, yang menyumbang sekitar 95 persen dari total kasus nasional.
Selain Papua, daerah lain yang turut berkontribusi besar terhadap tingginya angka malaria adalah Maluku dan Nusa Tenggara Timur (NTT).
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), penyakit ini masih menjadi salah satu penyebab kematian tertinggi di dunia, bahkan diperkirakan menewaskan satu orang setiap menit.
Secara global, benua Afrika menjadi wilayah dengan beban malaria tertinggi. Pada 2023, sekitar 94 persen dari seluruh kasus malaria di dunia berasal dari kawasan ini, dan mencapai 95 persen dari total kematian akibat penyakit tersebut.
Sebagian besar korban jiwa merupakan anak-anak di bawah usia lima tahun, yang menyumbang sekitar 76 persen dari total kematian.
WHO menyoroti bahwa kawasan Pasifik Barat, termasuk sebagian wilayah Indonesia, masih menghadapi berbagai tantangan dalam upaya mencapai eliminasi malaria.
Penyakit ini banyak ditemukan di daerah terpencil dan sulit dijangkau, seperti wilayah hutan, daerah migran, komunitas adat, militer, dan pengungsi.
Tantangan lain yang dihadapi antara lain menjangkau populasi di Papua Nugini dan Kepulauan Solomon, memastikan pengobatan tuntas untuk mencegah kambuhnya malaria vivax, serta menghentikan penularan malaria zoonosis knowlesi di Malaysia.
WHO menekankan bahwa menjangkau kelompok populasi tersebut dengan upaya pencegahan, diagnosis cepat, dan pengobatan yang memadai merupakan kunci penting untuk mencapai target global “Zero Malaria”.