PARBOABOA, Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengusut dugaan penyimpangan dalam penentuan dan pembagian kuota haji tahun 2024.
Fokus terbaru penyelidikan lembaga antirasuah ini adalah proses pembuatan Surat Keputusan (SK) Menteri Agama Nomor 130 Tahun 2024 tentang Kuota Haji Tambahan Tahun 1445 Hijriah/2024 Masehi.
SK tersebut menjadi dasar pembagian kuota tambahan yang diberikan Pemerintah Arab Saudi pada tahun itu.
Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan bahwa pihaknya tengah menelusuri siapa yang sebenarnya merancang SK tersebut.
“Apakah Menteri Agama merancang SK itu sendiri, atau sudah ada pihak lain yang menyusunnya lalu disodorkan untuk ditandatangani? Ini yang sedang kami dalami,” ujarnya di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa, (12/08/2025)
Asep menambahkan, KPK juga akan mengurai alur penyusunan SK, apakah berasal dari usulan bawahan yang kemudian disetujui atasan, atau justru perintah langsung dari atasan yang dilaksanakan bawahan.
“Kami ingin memastikan siapa yang memberi perintah awal. Apakah ada pihak yang lebih tinggi memberi arahan, atau prosesnya berjalan dari bawah ke atas. Semua ini sedang kami telusuri,” tegasnya.
Sebelumnya, pada 9 Agustus 2025, KPK resmi mengumumkan penyidikan perkara dugaan korupsi dalam penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji tahun 2023-2024.
Langkah ini diambil setelah dua hari sebelumnya, 7 Agustus 2025, KPK memeriksa mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas.
Dalam kesempatan itu, KPK juga mengonfirmasi bahwa mereka tengah berkoordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI untuk menghitung potensi kerugian keuangan negara.
Hasil penghitungan awal yang disampaikan pada 11 Agustus 2025 menunjukkan indikasi kerugian negara mencapai lebih dari Rp1 triliun.
Di hari yang sama, KPK juga menerbitkan pencegahan ke luar negeri terhadap tiga orang, yakni mantan Menag Yaqut Cholil Qoumas, mantan staf khususnya Ishfah Abidal Aziz, serta pemilik biro perjalanan haji Maktour, Fuad Hasan Masyhur.
Selain KPK, DPR RI melalui Panitia Khusus (Pansus) Angket Haji juga menyoroti adanya kejanggalan dalam pelaksanaan haji 2024. Salah satu temuan yang menjadi sorotan utama adalah pembagian kuota tambahan dari Arab Saudi sebesar 20.000 jemaah yang dilakukan secara 50:50—10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus.
Pansus menilai kebijakan tersebut bertentangan dengan Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, yang secara tegas mengatur proporsi kuota haji khusus hanya 8 persen, sementara sisanya 92 persen untuk haji reguler.
Perbedaan pembagian kuota ini menjadi salah satu indikasi awal adanya penyimpangan yang kini tengah dibongkar oleh dua lembaga negara sekaligus.