PARBOABOA, Jakarta – Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah menegaskan bahwa distribusi perangkat Interactive Flat Panel (IFP) ke sekolah-sekolah di seluruh Indonesia bukan sekadar program modernisasi teknologi, melainkan kebijakan resmi negara yang memiliki landasan hukum kuat serta target implementasi bertahap hingga wilayah 3T.
Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) memastikan bahwa program distribusi Interactive Flat Panel (IFP) atau papan interaktif pintar ke sekolah-sekolah di seluruh Indonesia beroperasi berdasarkan instrumen hukum yang sah dan jelas.
Pemerintah menegaskan bahwa kebijakan ini bukan sekadar mengikuti perkembangan teknologi, tetapi merupakan strategi nasional untuk memperkuat kualitas pembelajaran dan pemerataan layanan pendidikan.
Dasar hukum program IFP tercantum dalam Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 2025 mengenai revitalisasi satuan pendidikan.
Instruksi ini menjadi tonggak penting karena memandatkan pembangunan sekolah unggul dan akselerasi digitalisasi pembelajaran di seluruh jenjang pendidikan dasar dan menengah.
Presiden Prabowo Subianto bahkan telah menegaskan target penyediaan IFP di setiap sekolah dalam pidatonya pada peringatan Hari Guru Nasional 2024 dan Hari Pendidikan Nasional 2025, menandai komitmen pemerintah dalam reformasi pendidikan berbasis teknologi.
Dalam program SINIAR episode 12 yang tayang melalui kanal YouTube Kemendikdasmen pada Senin, 15 September 2025, Direktur Jenderal PAUD, Pendidikan Dasar, dan Menengah, Gogot Suharwoto, menegaskan bahwa digitalisasi pembelajaran bukan hanya solusi mengejar ketertinggalan pendidikan, tetapi juga langkah strategis menyiapkan generasi muda menghadapi keterampilan abad ke-21 — mulai dari literasi digital hingga kemampuan berpikir kritis.
Gogot menjelaskan bahwa IFP tidak bisa disamakan dengan televisi pintar yang bersifat satu arah.
Perangkat ini mengubah model pembelajaran karena memungkinkan interaksi langsung antara guru dan siswa melalui layar sentuh.
Materi pembelajaran dapat ditampilkan dalam berbagai bentuk—video, animasi, audio, permainan edukatif, hingga simulasi berbasis augmented reality (AR).
Ia menggambarkan salah satu contoh penggunaan: siswa dapat memutar model organ tubuh seperti jantung di layar, memperbesar detail, mengamati struktur internal, hingga menjawab soal interaktif dalam waktu nyata.
Pendekatan ini dinilai membuat proses pembelajaran lebih mudah dipahami dan lebih membangkitkan minat belajar.
Distribusi Bertahap
Tahap pertama distribusi IFP difokuskan pada sekolah-sekolah di Banten, DKI Jakarta, dan Jawa Barat sebagai wilayah dengan kesiapan infrastruktur paling tinggi.
Setelah itu, distribusi akan diperluas ke berbagai provinsi, termasuk wilayah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar).
Untuk menjawab tantangan pemerataan teknologi di daerah yang belum memiliki listrik atau akses internet stabil, Kemendikdasmen menggandeng PLN menyediakan panel surya sebagai sumber energi alternatif.
Pemerintah juga menyiapkan perangkat tambahan yang memungkinkan konten digital tetap diakses tanpa koneksi internet, sehingga sekolah-sekolah di wilayah terpencil tidak tertinggal dalam proses digitalisasi.
Gogot menambahkan bahwa pemerintah menerapkan tiga lapis verifikasi sebelum perangkat dikirim ke sekolah: pemeriksaan melalui Data Pokok Pendidikan (Dapodik), validasi dari dinas pendidikan setempat, serta pernyataan kesediaan dari sekolah penerima.
Mekanisme ini dirancang agar digitalisasi tidak berhenti pada distribusi perangkat, melainkan benar-benar berdampak pada mutu pembelajaran.
Manfaat IFP
Program ini dinilai membawa sejumlah manfaat besar bagi ekosistem pendidikan, di antaranya:
Pertama, meningkatkan motivasi dan minat belajar. IFP memiliki tampilan visual beresolusi tinggi dan audio jernih.
Kombinasi ini, bersama sifatnya yang interaktif, mampu meningkatkan keterlibatan siswa, memperkuat semangat belajar, dan pada akhirnya berpotensi menaikkan capaian akademik.
Kedua, pembelajaran lebih interaktif dan menyenangkan
Guru dan siswa dapat berinteraksi langsung dengan simulasi, animasi, dan materi multimedia lainnya. Suasana kelas menjadi lebih dinamis dan tidak monoton.
Ketiga, perangkat “All-in-One”. Menurut Dr. Adrian Prasetya, pakar teknologi pendidikan dari Universitas Negeri Yogyakarta, IFP mengintegrasikan fungsi monitor, komputer, proyektor, dan papan tulis digital.
Efisiensi ini mengurangi kebutuhan perangkat terpisah di kelas dan memudahkan guru mengelola proses belajar.
Keempat, akomodasi beragam gaya belajar. IFP mendukung pembelajaran visual, auditori, hingga kinestetik.
Siswa dapat melihat, mendengar, dan berinteraksi langsung dengan materi, membuat penyampaian konsep menjadi lebih efektif.
Kelima, akses materi lebih mudah dan kolaboratif. Guru bisa mengunduh materi ajar secara langsung, mencatat di layar, hingga berbagi layar tanpa kabel untuk kolaborasi waktu nyata.
Metode ini memperkaya alat bantu pembelajaran dan meningkatkan kerja tim siswa.
Keenam, mengurangi hambatan belajar. Penggunaan multimedia interaktif terbukti menurunkan hambatan komunikasi antara guru dan murid sekaligus mempercepat pemahaman materi.
Meski memiliki banyak keunggulan, sejumlah ahli menekankan bahwa IFP hanyalah alat bantu, bukan pengganti metode pedagogi yang baik.
Prof. Melani Hartono, guru besar ilmu pendidikan dari Universitas Indonesia, menegaskan bahwa pemanfaatan IFP harus disesuaikan dengan konteks dan tujuan pembelajaran.
Teknologi yang tepat hanya akan efektif jika guru mampu mengintegrasikannya ke dalam desain pembelajaran yang matang.
