Konflik Internal Pengelola Bandung Zoo Berujung Bentrok Fisik dan Ancaman pada Satwa

Tampak depan Kebun Binatang Bandung (Bandung Zoo) yang sekarang mengalami konflik internal antara pengelolah. (Foto: Web. Travelok)

PARBOABOA, Jakarta - Sengketa pengelolaan Kebun Binatang Bandung (Bandung Zoo) kembali mencuat. Situasi memanas ketika massa mendobrak gerbang utama kebun binatang yang tengah ditutup sementara, Rabu (6/8/2025).

Aksi tersebut bermula ketika sekelompok orang berkumpul di lobi utama dan berusaha masuk ke kawasan Bandung Zoo di Jalan Lebak Siliwangi, Kota Bandung, Jawa Barat. 

Upaya mereka menembus area yang diklaim dikelola manajemen baru memicu adu fisik dengan petugas keamanan.

Bentrok pun tak terhindarkan. Massa yang memaksa masuk sempat terlibat saling pukul dengan petugas keamanan di bawah kendali manajemen baru. Akibatnya, gerbang utama jebol dan suasana menjadi kacau. 

Polisi yang dikerahkan ke lokasi sempat kesulitan meredam amarah massa, namun akhirnya situasi dapat dikendalikan setelah kedua pihak sepakat meredakan ketegangan.

Sebelum kejadian tersebut, Sulhan Safii, perwakilan Yayasan Margasatwa Tamansari (YMT), manajemen lama Bandung Zoo menyatakan bahwa pihaknya telah dipaksa keluar dari area kebun binatang. 

Safii menyuarakan keprihatinan mendalam atas nasib satwa yang terlantar akibat penutupan sepihak ini. Hal tersebut dikarenakan para staf yang biasa memberi makan mereka justru terhalang masuk.

Aan, sapaan akrab Sulhan, menegaskan bahwa pihaknya masih memiliki hak untuk mengelola Bandung Zoo. Ia menilai pihak manajemen baru belum dapat membuktikan legalitas pengelolaannya.

Ia bilang, hingga kini pihaknya belum menerima surat resmi terkait hal itu. Karena itu, "pembekuan administrasi AHU belum menjadi alasan yang sah untuk mengusir kami,” ujarnya.

Terhadap persoalan ini, Wali Kota Bandung, Muhammad Farhan, menyatakan kekecewaannya atas berlarut-larutnya sengketa dalam pengelolaan Bandung Zoo. 

Farhan mengungkapkan pemerintah sudah berkali-kali memberikan bantuan, baik dalam bentuk mediasi maupun dukungan hukum, namun hal yang terjadi justru konflik terbuka antar-manajemen.

Ia juga menegaskan bahwa izin operasional bukan berasal dari pihaknya, melainkan dari Kementerian Kehutanan melalui Direktorat Jenderal Konservasi. Izin yang sama diberikan kepada yayasan dan bukan pemerintah kota. 

Politikus Partai Nasdem itu menerangkan bahwa jika kedua pihak tidak kunjung mencapai kesepakatan, maka Pemkot Bandung akan mengusulkan kepada Kementerian Kehutanan untuk melakukan evaluasi terhadap izin konservasi yang diberikan kepada Yayasan Margasatwa Tamansari.

Farhan juga menekankan Pemkot Bandung bukanlah pelaku usaha di sektor taman hiburan atau kebun binatang. “Tugas kami adalah sebagai regulator. Jadi yang kami lakukan adalah menegakkan aturan,” pungkasnya.

Desakan FK3I

Forum Komunikasi Kader Konservasi Indonesia (FK3I) menilai pertikaian ini tidak hanya merusak citra lembaga konservasi, tetapi juga berisiko mengabaikan keselamatan hewan-hewan yang seharusnya menjadi prioritas.

Dedi Kurniawan, Koordinator Pusat FK3I dalam keterangan tertulis pada Rabu (6/8/2025), menyatakan keprihatinan mendalam terhadap kekisruhan tersebut. 

Ia menegaskan bahwa fokus utama dalam konflik ini seharusnya bukan pada kepentingan bisnis pihak-pihak yang berselisih, melainkan pada nasib hewan yang merupakan aset negara. 

Menurutnya, hewan-hewan di Bandung Zoo adalah titipan negara yang membutuhkan perlindungan serius.

FK3I juga menyayangkan sikap pemerintah pusat, khususnya Kementerian Kehutanan, yang dinilai tidak menunjukkan keberpihakan pada penyelesaian konflik ini. 

Dedi menilai ketidakhadiran kementerian dalam merespons konflik ini merupakan bentuk pengabaian terhadap tanggung jawab institusionalnya dalam menjamin perlindungan terhadap satwa konservasi.

Lebih lanjut, ia juga mengkritik Pemkot Bandung dan instansi pemerintah terkait yang dianggap terlalu berfokus pada persoalan administratif, seperti pengelolaan aset dan pajak, tanpa memperlihatkan kepedulian terhadap nasib satwa. 

FK3I bahkan menyatakan siap membawa masalah ini ke ranah hukum apabila pemerintah tetap abai dan membiarkan hewan-hewan konservasi menjadi korban konflik kepentingan.

Beberapa waktu sebelumnya, FK3I telah menyuarakan kritik keras terhadap kondisi Bandung Zoo, khususnya setelah muncul laporan kematian satwa yang diduga akibat pengabaian. 

Dedi menyatakan bahwa ketegangan internal dalam tubuh pengelola menyebabkan terbengkalainya perawatan hewan. 

Meski penyebab kematian satwa-satwa tersebut masih menunggu verifikasi dari pihak medis independen, hal itu sudah cukup menjadi indikator serius akan lemahnya pengawasan.

Sebagai lembaga konservasi, Bandung Zoo seharusnya berfungsi sebagai tempat edukasi dan perlindungan, bukan sekadar sarana hiburan. 

FK3I menegaskan bahwa jika ditemukan bukti adanya unsur pembiaran yang mengarah pada kematian satwa, maka langkah hukum tidak bisa dihindari.

Editor: Defri Ngo
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS