PARBOABOA, Jakarta - Setelah sembilan hari bekerja tanpa henti, Basarnas resmi menutup operasi pencarian korban runtuhnya Gedung Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny di Buduran, Sidoarjo, pada Selasa (7/10/2025).
Penutupan operasi dilakukan melalui apel gabungan di selasar gedung lama pesantren, disertai pemberian penghargaan kepada seluruh unsur SAR yang terlibat.
Kepala Basarnas, Marsekal Madya TNI Mohammad Syafii, memimpin langsung apel tersebut. Ia menyatakan seluruh area reruntuhan kini telah bersih dari material bangunan, dan tidak ada lagi korban yang tertinggal di bawah puing.
Syafii menjelaskan, operasi yang dimulai sejak 29 September itu telah berhasil memindahkan seluruh material bangunan yang runtuh. Dua ekskavator dan satu alat berat crane menjadi saksi bisu berakhirnya misi penyelamatan yang berlangsung selama sembilan hari.
Meskipun operasi Basarnas telah berakhir, Syafii menegaskan bahwa lokasi kejadian masih berada di bawah pengawasan langsung Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) bersama pemerintah daerah.
Penanganan pascakejadian, termasuk pemulihan dan pendataan lanjutan, akan tetap dilakukan secara berkelanjutan.
Dalam apel penutupan, Syafii menyampaikan apresiasi mendalam kepada seluruh tim gabungan—mulai dari relawan, aparat, hingga jurnalis—yang telah bekerja bahu-membahu di lapangan.
Ia menyebut dedikasi mereka sebagai bentuk nyata pengabdian dan amal ibadah. “Kerja keras teman-teman rescue adalah bagian dari ibadah. Semoga setiap upaya yang dilakukan menjadi amal baik,” ujarnya dalam keterangan, Selasa (7/10/2025).
Berdasarkan data akhir Basarnas, total korban ambruknya gedung pesantren mencapai 171 orang, terdiri dari 104 orang selamat, 67 meninggal dunia, termasuk delapan bagian tubuh (body part) yang berhasil dievakuasi.
Duka yang Dalam
Senin (29/9/2025) sore menjadi hari kelam bagi keluarga besar Pondok Pesantren Al Khoziny di Buduran, Sidoarjo.
Saat ratusan santri tengah khusyuk menunaikan salat Ashar berjemaah, bangunan tiga lantai yang menampung asrama putra dan musala tiba-tiba ambruk seketika. Dalam hitungan detik, suasana doa berubah menjadi kepanikan dan jeritan minta tolong.
Gedung yang runtuh itu ternyata masih dalam tahap pembangunan dan belum sepenuhnya rampung ketika digunakan. Kondisi ini memperparah dampak tragedi, menelan puluhan korban jiwa dan meninggalkan luka mendalam bagi masyarakat sekitar.
Peristiwa memilukan ini bukan hanya menjadi duka, tetapi juga peringatan keras akan pentingnya penerapan standar keselamatan pada konstruksi bangunan, khususnya di lingkungan pendidikan.
Tragedi Al Khoziny mengingatkan bahwa keselamatan seharusnya menjadi prioritas utama, bukan pelengkap.
Sejak hari pertama kejadian, tim SAR gabungan yang terdiri dari Basarnas, TNI, Polri, BPBD, dan para relawan bekerja tanpa lelah menyingkirkan puing demi puing demi menemukan para korban.
Pemerintah daerah pun berkomitmen melakukan audit menyeluruh terhadap seluruh bangunan pesantren dan fasilitas pendidikan serupa, agar peristiwa tragis semacam ini tak lagi terulang.