190 Tambang Emas Ilegal di Lebong: Ancaman Nyata bagi Lingkungan dan Warga

Pengolahan tambang emas di Kabupaten Lebong, Bengkulu (Foto: Dok. Kompas)

PARBOABOA, Jakarta – Keberadaan tambang emas ilegal yang semakin marak di Kabupaten Lebong, Bengkulu, kini kian meresahkan warga.

Berdasarkan catatan masyarakat setempat, terdapat sedikitnya 190 titik tambang emas ilegal yang masih aktif beroperasi.

Aktivitas ini bukan hanya merusak wajah daerah, tetapi juga mengancam keselamatan, merobohkan fasilitas umum, serta mencemari sungai yang menjadi sumber kehidupan warga.

Sarwono, warga Kabupaten Lebong, menuturkan bahwa praktik tambang liar ini sudah menjadi ancaman serius.

Ia menyesalkan dampak yang ditimbulkan karena bukan hanya merusak destinasi wisata, tetapi juga mencabik kelestarian Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS).

"Tambang ilegal ini tidak hanya soal emas, tapi soal masa depan Lebong yang rusak perlahan," ujarnya saat dihubungi, Senin (29/9/2025).

Kerusakan yang ditimbulkan tambang emas ilegal tersebut nyata terlihat pada sejumlah fasilitas publik.

Di Desa Lebong Tambang, misalnya, bangunan Puskesmas Pembantu (Pustu) mengalami kerusakan parah.

Empat ruang kelas di Madrasah Ibtidaiyah Swasta 01 retak hingga amblas, sementara sebuah musala roboh akibat longsoran tanah dari lokasi tambang.

Sarwono juga mencatat, nyawa pekerja tambang kerap melayang sia-sia. Antara tahun 2020 hingga 2022, tercatat 21 orang menjadi korban kecelakaan, di mana 9 di antaranya meninggal dunia karena tertimbun longsor atau kehabisan oksigen di dalam lubang tambang.

Aktivitas penambangan liar ini tersebar di tiga kecamatan dengan jumlah lubang yang fantastis. Kecamatan Lebong Utara menjadi lokasi dengan 70 lubang aktif, disusul Kecamatan Pinang Belapis dengan 85 lubang di empat titik, serta Kecamatan Tes yang menampung 35 lubang tambang aktif di wilayah Lebong Simpang.

Tidak hanya sebatas penggalian, tambang emas ilegal juga ditopang oleh puluhan pengolahan emas skala rumahan.

Proses ini menggunakan zat kimia berbahaya seperti merkuri, sianida, hingga soda kaustik. Limbah hasil pengolahan dialirkan langsung ke sungai, mengancam kualitas air, merusak lahan, dan meningkatkan risiko banjir bandang maupun longsor.

Nurcholis Sastro, aktivis lingkungan di Kabupaten Lebong, menegaskan bahwa tambang emas ilegal di daerah ini sesungguhnya bukan fenomena baru.

Menurutnya, sebagian lubang tambang yang masih digunakan saat ini merupakan peninggalan masa kolonial. "Lubang tambang itu warisan penjajah.

Seharusnya setelah merdeka, pemerintah mengelolanya secara legal agar dapat dikontrol," ujarnya.

Namun kenyataannya, tambang warisan tersebut kini dikelola kelompok masyarakat secara liar, bahkan menjadi sumber keuntungan banyak pihak yang memperdagangkan merkuri dan emas tanpa pengawasan.

Lebih jauh, Nurcholis menilai persoalan ini tidak bisa dibiarkan berlarut. Ia mengusulkan agar pemerintah segera membuat perencanaan yang jelas untuk mengubah pengelolaan tambang emas dari ilegal menjadi legal, sehingga aktivitas bisa diawasi sekaligus memberi manfaat bagi negara dan masyarakat. "

Sekarang limbah merkuri dibuang bebas ke sungai, tanpa ada yang bertanggung jawab. Ini ancaman serius bagi air minum dan kesehatan warga," tegasnya.

Ia juga mengungkapkan, perputaran uang dari tambang emas ilegal di Lebong bisa mencapai miliaran rupiah setiap harinya.

Ironisnya, keuntungan hanya dinikmati oleh kelompok tertentu, sementara masyarakat luas menanggung kerusakan lingkungan dan infrastruktur.

"Infrastruktur rusak, sungai tercemar, tapi negara tidak menerima apa-apa dari aktivitas ini. Sudah saatnya pemerintah berbenah," tutup Nurcholis.

Editor: Norben Syukur
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS