PARBOABOA, Jakarta - PT Indonesia Airlines Holding dikabarkan belum dapat menjalankan layanan penerbangan sejak beberapa hari terakhir.
Pasalnya, menurut Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan, status Sertifikat Standar yang dimiliki perusahaan tersebut masih tercatat sebagai belum terverifikasi.
Ketidakterpenuhinya persyaratan ini disebabkan oleh belum diserahkannya dokumen Rencana Usaha, yang seharusnya menjadi komponen teknis utama untuk proses verifikasi oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Udara.
Meskipun perusahaan telah memperoleh Nomor Induk Berusaha (NIB) serta Sertifikat Standar untuk layanan angkutan udara niaga, status legalitasnya masih belum sah dalam sistem Online Single Submission (OSS) maupun Sistem Informasi Perizinan Terpadu Angkutan Udara (SIPTAU).
Direktur Jenderal Perhubungan Udara, Lukman F. Laisa, dalam siaran pers pada Jumat (18/7/2025) menekankan bahwa verifikasi merupakan tahapan yang sangat penting dalam sistem perizinan.
Ia menyatakan bahwa selama proses ini belum rampung, belum ada kepastian hukum bagi maskapai untuk mulai beroperasi.
Ketentuan mengenai pendirian usaha angkutan udara sendiri tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 yang kemudian diperbarui melalui Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2025.
Di dalamnya disebutkan bahwa setiap badan usaha wajib memiliki NIB dan Sertifikat Standar sebagai dokumen dasar, yang hanya akan berlaku setelah seluruh persyaratan diverifikasi oleh otoritas terkait.
Sebagai bagian dari proses tersebut, perusahaan penerbangan diwajibkan mengunggah Rencana Usaha jangka menengah selama lima tahun ke depan ke dalam sistem SIPTAU yang terhubung dengan OSS.
Sosok Pendiri Indonesia Airlines
Di balik lahirnya Indonesia Airlines berdiri sosok pengusaha asal Aceh, Iskandar Ismail.
Dengan latar belakang di sektor energi dan keuangan, serta jejaring global yang luas, Iskandar membawa visi ambisius untuk menjadikan Indonesia Airlines (INA) sebagai maskapai bertaraf internasional yang mampu bersaing di level global.
Lahir di Bireuen, Aceh, pada 7 April 1983, Iskandar menyelesaikan pendidikan tingginya di Universitas Syiah Kuala (USK), Banda Aceh.
Karier profesionalnya dimulai tak lama setelah bencana tsunami yang melanda Aceh. Saat itu, ia bergabung dalam Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) Aceh-Nias yang berkontribusi dalam upaya pemulihan pascabencana
Pada tahun 2006 hingga 2009, Iskandar melanjutkan kiprahnya di PT PLN (Persero), di mana ia mendalami dunia kelistrikan dan energi terbarukan.
Pengalamannya kemudian merambah sektor perbankan dan asuransi, yang semakin memperkuat koneksinya dengan para pelaku industri keuangan.
Seiring waktu, Iskandar mulai intens berinteraksi dengan investor dan praktisi energi, hingga akhirnya pada 2015 ia memutuskan meninggalkan dunia perbankan demi fokus pada proyek-proyek kelistrikan di dalam negeri.
Dua tahun kemudian, tepatnya 2017, ia mendirikan perusahaan di sektor energi. Namun, pandemi Covid-19 menghadirkan tantangan besar bagi bisnis tersebut.
Situasi itu mendorongnya mencari peluang baru, yang membawanya ke Singapura dan mempertemukannya dengan mitra bisnis baru. Hasilnya, pada tahun 2022, berdirilah Calypte Holding Pte. Ltd.
Kini, Calypte Holding mengembangkan usahanya di tiga bidang utama yakni energi, pertanian, dan penerbangan.
Sebagai bagian dari ekspansi strategis, perusahaan ini menjadi pemegang saham mayoritas di Indonesia Airlines yang membuka jalan baru bagi Iskandar untuk mewujudkan ambisinya di industri aviasi.