Presiden Prabowo di SPIEF 2025: Diplomasi Strategis dan Kritik Terhadap Ketimpangan Ekonomi

Presiden Prabowo Subianto menghadiri Forum SPIEF yang berlangsung di St. Petersburg, Rusia (Foto: dok. Kremlin Rusia)

PARBOABOA, Jakarta - Presiden Prabowo Subianto tampil sebagai salah satu pembicara utama dalam sesi pleno St. Petersburg International Economic Forum (SPIEF) 2025 yang digelar di Rusia, Jumat (20/6/2025). 

Di forum bergengsi ini, Prabowo tak hanya menegaskan posisi strategis Indonesia dalam tatanan global multipolar, tetapi menyuarakan kritik tajam terhadap sistem ekonomi yang menciptakan ketimpangan.

Forum tahun ini mengangkat tema “Shared Values: The Foundation of Growth in a Multipolar World” dan dihadiri sejumlah pemimpin dari negara. 

Presiden Rusia Vladimir Putin membuka sesi pleno, disusul sambutan tokoh-tokoh internasional seperti Pangeran Nasser bin Hamad Al-Khalifa dari Bahrain, Wakil Perdana Menteri Tiongkok Ding Xuexiang, dan Wakil Presiden Afrika Selatan Paul Mashatile. 

Prabowo sendiri menjadi pembicara kehormatan setelah Putin, di mana ia menyampaikan pidato yang menjadi sorotan global.

“Saya merasa terhormat hari ini diundang dan dapat berbicara di forum St. Petersburg International Economic Forum 2025,” ucap Prabowo mengutip siaran Youtube Sekretariat Presiden, Sabtu (21/6/2025).

Ia menilai SPIEF sebagai ruang penting untuk menjalin kepercayaan antarnegara dalam situasi geopolitik global yang semakin kompleks. 

“Forum ini adalah tempat yang menyatukan para pemimpin dari Barat, Global South, Timur, dan titik temu Eurasia. Indonesia memandangnya sebagai kesempatan untuk membangun kepercayaan strategis dan menjalin kesepakatan,” tutur Prabowo.

Lebih lanjut, Prabowo juga mengangkat isu yang menjadi perhatian utama pemerintahannya, yakni soal ketimpangan ekonomi yang akut di Indonesia.

Menurutnya, pertumbuhan ekonomi Indonesia yang konsisten berada di angka rata-rata 5 persen selama tujuh tahun terakhir belum mampu menciptakan efek sebar kekayaan yang merata. 

"Akibatnya, meski tumbuh ekonomi 5% secara konsisten dalam tujuh tahun terakhir, totalnya mencapai 35%, namun kita belum berhasil menciptakan apa yang disebut sebagai trickle-down effect," ungkapnya.

Ia menyampaikan keprihatinan bahwa kekayaan nasional masih terkonsentrasi pada segelintir orang, kurang dari 1 persen dari populasi. 

“Kekayaan tetap terkonsentrasi di [kalangan] atas, di bawah 1 persen penduduk. Ini bukan formula untuk keberhasilan,” ujar Prabowo.

Dalam pandangannya, situasi ini merupakan hasil dari filosofi ekonomi neoliberal dan kapitalisme pasar bebas yang terlalu lama dianut secara membabi buta. 

“Selama 30 tahun terakhir, kita melihat dominasi filosofi ekonomi neoliberal, kapitalisme klasik pasar bebas yang cenderung laissez-faire, dan elite Indonesia mengikuti ini begitu saja. Akibatnya, kita gagal menciptakan level playing field bagi semua rakyat.”

Ia memperingatkan adanya ancaman serius berupa state capture, yakni kolusi antara pemilik modal besar, pejabat pemerintah, dan elit politik yang berujung pada kebijakan negara yang tidak berpihak kepada rakyat. 

“Sebab di negara berkembang seperti Indonesia, ada bahaya state capture yakni kolusi antara pemilik modal besar, pejabat pemerintah, dan elit politik. Pada akhirnya, kolusi ini tidak membawa manfaat nyata bagi pengentasan kemiskinan maupun perluasan kelas menengah,” tegasnya.

Prabowo menekankan pentingnya peran aktif negara dalam melindungi masyarakat miskin, menghapus kelaparan, dan menciptakan kesejahteraan yang inklusif. 

“Karena itu, kita memilih filosofi yang secara sederhana dapat diringkas dalam satu kalimat yakni kesejahteraan sebesar-besarnya bagi sebanyak-banyaknya orang. Inilah filosofi kita,” ujar Prabowo.

Lebih lanjut, ia menyampaikan bahwa Indonesia harus berani membangun filosofi ekonomi sendiri yang sesuai dengan latar belakang budaya dan kondisi domestik. 

“Indonesia diberkahi Tuhan Yang Maha Kuasa dengan sumber daya ekonomi yang sangat besar. Tetapi jika tidak dikelola dengan bijak, bisa menjadi kutukan bagi rakyat kita,” tandasnya.

Meski mengkritik kapitalisme murni, Prabowo menyatakan tetap menghargai nilai-nilai seperti kreativitas, inovasi, dan inisiatif yang dapat mendorong pertumbuhan. 

Ia mengusulkan pendekatan ekonomi yang menggabungkan nilai-nilai terbaik dari sosialisme dan kapitalisme, demi menciptakan keadilan sosial tanpa mengorbankan dinamika ekonomi.

Editor: Defri Ngo
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS