PBB Menuding Israel Lakukan Genosida, Invasi Darat ke Gaza Kian Meningkat

PBB Menuding Israel Lakukan Genosida, Invasi Darat ke Gaza Semakin Meningkat. (Foto: Dok. Reuters)

PARBOABOA, Jakarta - Dunia internasional dikejutkan oleh laporan terbaru dari Komisi Penyelidikan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang menyatakan bahwa Israel telah melakukan tindakan genosida terhadap warga Palestina di Jalur Gaza.

Pernyataan keras ini muncul di tengah penderitaan berkepanjangan masyarakat sipil Gaza, yang sejak hampir dua tahun terakhir terus dihantam gelombang serangan militer Israel.

Namun, alih-alih meredam kritik, pasukan Israel justru meluncurkan serangan darat besar-besaran ke Kota Gaza sehari setelah laporan itu dirilis.

Komisi penyelidikan PBB dalam laporannya menyebutkan ada dasar hukum yang kuat untuk menyimpulkan bahwa Israel melakukan empat dari lima tindakan genosida sebagaimana diatur dalam hukum internasional.

Unsur-unsur tersebut mencakup pembunuhan anggota suatu kelompok, menyebabkan penderitaan fisik dan mental yang serius, menciptakan kondisi kehidupan yang dirancang untuk menghancurkan kelompok tertentu, hingga upaya mencegah kelahiran.

Tuduhan ini bukan hanya retorika, melainkan berdasarkan pada bukti perilaku pasukan Israel dan pernyataan sejumlah pejabat tinggi negara itu sejak konflik dengan Hamas pecah pada Oktober 2023.

Israel menolak mentah-mentah temuan tersebut. Kementerian Luar Negeri Israel mengecam laporan PBB itu sebagai distorsi dan tuduhan palsu yang dianggap hanya mengulang narasi Hamas.

Seorang juru bicara bahkan menyebut tiga ahli yang menyusun laporan sebagai “wakil Hamas” dan menuding mereka menutup mata terhadap kebrutalan serangan 7 Oktober 2023, ketika 1.200 warga Israel tewas dan lebih dari 250 orang disandera.

Dalam pernyataan yang keras, pihak Israel menegaskan bahwa justru Hamas yang sedang berusaha melakukan genosida terhadap orang Yahudi.

Namun, fakta di lapangan menunjukkan penderitaan rakyat Gaza kian tak terbantahkan.

Data dari Kementerian Kesehatan di wilayah yang dikuasai Hamas mencatat lebih dari 64.900 orang tewas akibat serangan Israel sejak perang dimulai.

Sementara itu, infrastruktur kota luluh lantak: lebih dari 90 persen rumah rusak, sistem kesehatan ambruk, pasokan air dan sanitasi terhenti, hingga kondisi kelaparan mulai merajalela.

Kota Gaza kini seakan menjadi gambaran nyata dari krisis kemanusiaan terburuk di abad ini.

Di tengah sorotan internasional, militer Israel justru melangkah lebih jauh. Pada Senin (15/9/2025), sehari sebelum laporan PBB dirilis, Pasukan Pertahanan Israel (IDF) melancarkan operasi darat besar-besaran ke Kota Gaza.

Tujuannya jelas: menduduki pusat kota dan menghancurkan basis Hamas. Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menegaskan bahwa langkah ini merupakan kelanjutan dari strategi yang sudah dicanangkan sejak awal perang, meski risiko yang mengintai sangat besar.

Operasi ini menandai eskalasi baru yang dikhawatirkan akan menambah jumlah korban jiwa dan memperburuk penderitaan warga sipil.

Serangan udara masif lebih dulu menghantam puluhan gedung tinggi di Kota Gaza, yang diklaim Israel sebagai markas militer Hamas.

Ribuan warga diminta meninggalkan rumah mereka menuju selatan ke wilayah yang disebut sebagai “zona kemanusiaan.”

IDF mengklaim sekitar 300.000 orang telah mengungsi, tetapi dengan populasi Gaza yang padat, eksodus ini semakin menambah deretan kisah tragis pengungsian berulang kali.

Meski Netanyahu bersikeras, sejumlah petinggi keamanan Israel sebenarnya sempat memperingatkan risiko besar dari operasi ini.

Kepala Staf IDF Eyal Zamir bersama pimpinan Mossad, Shin Bet, dan intelijen militer mengingatkan bahwa langkah ini dapat mengorbankan para sandera Israel yang masih ditawan Hamas, menelan korban besar di pihak tentara Israel sendiri, bahkan memaksa Israel mengelola dua juta warga Gaza di bawah pemerintahan militer langsung. Namun, peringatan itu diabaikan.

Editor: Norben Syukur
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS