Israel Luncurkan Serangan Darat ke Kota Gaza

Tank-tank Israel bermanuver di dekat perbatasan Israel-Gaza, di tengah konflik yang sedang berlangsung antara Israel dan Hamas, pada Jumat (24/2/2024). (Foto: Dok. Reuters)

PARBOABOA, Jakarta – Ketegangan di Gaza kembali memuncak. Setelah berhari-hari menggempur wilayah itu dengan serangan udara, Israel akhirnya melancarkan operasi darat besar-besaran ke Kota Gaza pada Selasa pagi, 15 September 2025.

Laporan ini pertama kali diungkap media Amerika Serikat, Axios, berdasarkan keterangan dari sejumlah pejabat Israel yang enggan disebutkan namanya.

Pasukan Pertahanan Israel (IDF) dilaporkan mengerahkan tank serta kendaraan lapis baja memasuki Kota Gaza.

Langkah ini dilakukan setelah sebelumnya Israel menggempur jantung kota dengan serangan udara berskala besar.

Tujuan utama operasi tersebut adalah menumpas unit Hamas yang bertahan di pusat wilayah perkotaan padat penduduk itu.

Namun, hingga kini militer Israel belum memberikan pernyataan resmi. Beberapa pejabat Israel yang berbicara kepada media menegaskan bahwa operasi darat ini masih dalam tahap awal dan dilakukan dengan penuh kerahasiaan mengingat sensitivitas situasi.

Operasi darat yang digelar Israel menuai kekhawatiran luas. Serangan yang menargetkan kawasan perkotaan padat penduduk diprediksi memperburuk krisis kemanusiaan yang sudah parah.

Konflik yang hampir dua tahun berlangsung ini telah merenggut puluhan ribu nyawa warga Palestina.

Kini, dengan ratusan ribu orang masih terjebak di Kota Gaza, dunia internasional khawatir jumlah korban sipil akan meningkat tajam.

Tekanan Internasional

Presiden Amerika Serikat Donald Trump ikut menanggapi perkembangan terbaru ini. Ia mendesak Hamas agar tidak melukai para sandera yang masih ditahan.

“Saya harap para pemimpin Hamas memahami konsekuensi jika mereka melakukan itu. Jangan biarkan hal itu terjadi, atau semua komitmen akan batal. Bebaskan semua sandera segera,” tegas Trump.

Komentar tersebut menegaskan bahwa keberadaan para sandera masih menjadi faktor sensitif yang memengaruhi langkah politik dan militer Israel, sekaligus menjadi perhatian dunia internasional.

Laporan lain mengungkap bahwa keputusan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu untuk tetap melancarkan invasi darat sebenarnya menuai perdebatan di lingkaran pemerintahannya.

Beberapa pejabat tinggi Israel, termasuk Komandan IDF Eyal Zamir serta pimpinan Mossad dan Shin Bet, sempat memperingatkan risiko besar yang mungkin timbul.

Mereka menyoroti potensi korban sipil dalam jumlah tinggi, ancaman terhadap keselamatan para sandera, hingga kemungkinan Israel harus membentuk pemerintahan militer di Gaza yang dihuni lebih dari dua juta penduduk.

Meski demikian, dukungan datang dari Washington. Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio yang bertemu Netanyahu beberapa jam sebelum operasi menegaskan bahwa pemerintahan Trump mendukung langkah Israel.

“Ini bukan perang Trump, ini perang Netanyahu. Dialah yang akan memutuskan apa yang akan terjadi selanjutnya,” kata seorang pejabat AS yang dikutip media.

Serangan darat terbaru ini berakar pada peristiwa 7 Oktober 2023, ketika Hamas melancarkan serangan ke Israel selatan yang menewaskan 1.219 orang, mayoritas warga sipil.

Dalam serangan itu, sebanyak 251 orang disandera dan dibawa ke Gaza. Hingga kini, 47 orang masih ditahan, dengan sekitar 20 diyakini masih hidup.

Sebagai balasan, Israel terus meningkatkan operasi militernya. Data terbaru mencatat hampir 65.000 warga Palestina tewas akibat serangan Israel sejak dua tahun terakhir, sebagian besar merupakan warga sipil.

Hamas sempat menyetujui gencatan senjata sementara dengan skema pembebasan sandera secara bertahap, namun Israel menolak dan menuntut pembebasan seluruh sandera sekaligus, pelucutan senjata Hamas, hingga kontrol penuh atas Jalur Gaza.

Dengan invasi darat yang kini sedang berlangsung, masa depan Gaza kian suram. Pertempuran di pusat kota yang padat penduduk berisiko menimbulkan korban sipil lebih banyak, sementara prospek perdamaian terasa semakin jauh.

Dunia internasional terus menyoroti langkah Israel dan menuntut agar jalan diplomasi kembali dihidupkan, meski suara-suara perang terdengar lebih keras daripada seruan damai.

Editor: Norben Syukur
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS