Rusia Ungkap Negara-Negara Siap Pasok Senjata Nuklir ke Iran

Wakil Ketua Dewan Keamanan Rusia Dmitry Medvedev berbicara di Moskow, Rusia, 22 Februari 2022. (Foto: Dok. Sputnik via AP)

PARBOABOA, Jakarta - Ketegangan geopolitik di Timur Tengah kembali memuncak setelah Amerika Serikat menyerang fasilitas nuklir Iran, memicu gelombang reaksi keras dari Rusia dan negara-negara lain.

Kini, muncul isu mengejutkan: beberapa negara disebut siap memasok senjata nuklir ke Teheran, membuka kemungkinan konfrontasi global yang jauh lebih besar.

Wakil Ketua Dewan Keamanan Rusia, Dmitry Medvedev, yang menyebut bahwa sejumlah negara telah menyatakan kesiapannya untuk memasok senjata nuklir ke Iran.

Ini disampaikan Medvedev beberapa jam setelah Presiden AS Donald Trump mengonfirmasi bahwa militer AS telah menggempur fasilitas nuklir utama Iran, yakni di Fordow, Natanz, dan Isfahan, Minggu (22/6/2025).

Pernyataan Medvedev disampaikan melalui unggahan di Telegram, menjadi sinyal kuat bahwa konflik di kawasan Timur Tengah telah memasuki fase baru yang jauh lebih berbahaya.

"Sejumlah negara siap untuk memasok Iran dengan senjata nuklir mereka," tulisnya tanpa menyebutkan negara mana yang dimaksud.

Diketahui, serangan AS terhadap fasilitas nuklir Iran menandai eskalasi tajam dalam konflik yang telah berlangsung selama bertahun-tahun.

Fasilitas strategis di Fordow, Natanz, dan Isfahan diserang dengan dalih mencegah kemampuan militer Iran berkembang lebih lanjut.

Meskipun Medvedev menyatakan bahwa kerusakan yang terjadi terbilang minimal, namun dampak politik dan psikologis dari serangan ini sangat besar.

Menurut laporan sejumlah analis pertahanan, serangan ini kemungkinan hanya memperlambat, bukan menghentikan, program nuklir Iran.

Pengayaan uranium dan pengembangan senjata tetap dapat berlanjut secara rahasia atau dipercepat sebagai bentuk perlawanan atas intervensi asing.

Medvedev menilai bahwa serangan militer yang dilancarkan justru memperkuat posisi politik Iran di dalam negeri dan kawasan.

Ia menyebut kepemimpinan Teheran kini terlihat lebih solid dan memperoleh simpati dari berbagai negara yang menolak aksi sepihak AS dan Israel.

Ia juga melontarkan kritik tajam terhadap Presiden Donald Trump yang, menurutnya, telah menunjukkan wajah asli dari kebijakan luar negeri AS. “Trump selama ini mengklaim sebagai pembawa perdamaian, tapi yang terjadi justru sebaliknya—ia kembali menyeret dunia ke dalam perang baru,” ujarnya.

Medvedev bahkan menyebut tidak ada kemungkinan Trump meraih Nobel Perdamaian, karena mayoritas negara di dunia kini menentang langkah Washington dan Tel Aviv yang dianggap membahayakan stabilitas global.

Sejak Israel memulai serangan rudal ke Iran pada 13 Juni, korban terus berjatuhan dari kedua belah pihak.

Data dari otoritas Israel menunjukkan sedikitnya 25 orang tewas dan ratusan lainnya terluka. Sebaliknya, Kementerian Kesehatan Iran melaporkan angka korban yang jauh lebih besar: 430 orang tewas dan lebih dari 3.500 lainnya luka-luka.

Serangan balasan terus terjadi tanpa tanda-tanda de-eskalasi. Dengan keterlibatan Amerika Serikat secara langsung, konflik ini berpotensi menjalar ke kawasan lain, bahkan bisa memicu perang terbuka antarnegara besar.

AS Telah Membuka ‘Kotak Pandora’

Pernyataan keras juga datang dari Duta Besar Rusia untuk PBB, Vassily Nebenzia, yang menyebut bahwa AS telah "membuka Kotak Pandora".

Menurutnya, tak seorang pun bisa memprediksi skala bencana dan penderitaan yang bisa terjadi setelah operasi militer ini.

"Rusia mengutuk dengan tegas tindakan tidak bertanggung jawab, berbahaya, dan provokatif yang dilakukan Amerika Serikat terhadap Republik Islam Iran, negara berdaulat anggota PBB," katanya dalam sidang Dewan Keamanan PBB, Minggu (22/6/2025).

Nebenzia menegaskan bahwa langkah Washington hanya akan memperburuk situasi dan membuka potensi konflik lebih luas, baik di kawasan maupun secara global.

Sementara Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, juga menyatakan keprihatinan mendalam terhadap serangan AS.

Dalam unggahannya di media sosial X, Guterres menyebut serangan itu sebagai eskalasi berbahaya di kawasan yang sudah sangat rentan.

Ia memperingatkan bahwa konflik ini bisa dengan cepat menjadi tak terkendali dan berujung pada bencana kemanusiaan.

“Risiko konsekuensi terburuk bagi rakyat sipil, kawasan, dan dunia kini meningkat drastis,” ujarnya.

PBB menyerukan agar seluruh negara anggota segera menahan diri, mendorong de-eskalasi, dan mematuhi Piagam PBB serta hukum internasional dalam menangani situasi yang semakin genting ini.

Sebelumnya, Donald Trump, dalam pernyataan resminya, menyebut serangan terhadap tiga fasilitas nuklir Iran sebagai “operasi militer yang sangat sukses”.

Langkah ini dilakukan atas permintaan Israel, yang lebih dulu melancarkan serangan terhadap target-target strategis Iran sejak pertengahan Juni.

Namun keberhasilan tak berarti penerimaan global. Banyak negara menilai langkah ini tidak hanya ilegal, tetapi juga kontraproduktif.

Iran sebelumnya juga telah memperingatkan AS agar tidak ikut campur dalam konflik, dan keterlibatan Washington kini dinilai menjadi katalisator bagi eskalasi yang tak dapat dihindari.

Serangan ini bisa menjadi titik balik dalam hubungan internasional dan menjadi awal dari krisis keamanan global yang lebih luas.

Editor: Norben Syukur
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS