Pupuk Bersubsidi Tak Tepat Sasaran, Kementan Akui Basis Data Jadi Sumber Masalah

Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman, mengumumkan pencabutan izin bagi 2.039 kios yang memainkan harga jual pupuk di atas ketentuan pemerintah (Foto: IG/@a.amran_sulaiman)

PARBOABOA, Jakarta - Kementerian Pertanian (Kementan) mengambil langkah tegas terhadap ribuan kios pupuk yang terbukti menyelewengkan harga pupuk bersubsidi. 

Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman, mengumumkan pencabutan izin bagi 2.039 kios, distributor, dan pengecer yang kedapatan memainkan harga jual pupuk di atas ketentuan pemerintah.

Langkah ini, menurut Amran, merupakan bentuk penertiban terhadap praktik kecurangan yang sudah berlangsung selama bertahun-tahun. 

Berdasarkan hasil investigasi Kementan, para pelaku menaikkan harga pupuk hingga 18–20 persen dari harga eceran tertinggi (HET). 

Ia menegaskan, setelah dilakukan pengecekan nasional, ditemukan lebih dari dua ribu kios dan distributor yang melakukan pelanggaran, sehingga izin mereka dicabut. 

Namun, pemerintah masih memberikan kesempatan bagi pihak-pihak terkait untuk mengajukan klarifikasi bila merasa tidak melakukan pelanggaran.

Pernyataan tersebut disampaikan Amran dalam konferensi pers di Kementerian Pertanian, Jakarta, pada Senin (13/10/2025), setelah bertemu jajaran Direksi PT Pupuk Indonesia. 

Ia menjelaskan, kebijakan ini diambil sebagai tindak lanjut atas laporan petani dari berbagai daerah yang kesulitan memperoleh pupuk dengan harga sesuai subsidi. 

Padahal, menurut hasil pemantauan Kementan, stok pupuk di lapangan cukup tersedia bahkan berlebih. Namun, sejumlah distributor justru memanfaatkan situasi dengan menaikkan harga di tingkat kios.

Amran menegaskan, kecurangan ini sudah berlangsung lama. Kementan telah mencabut sekitar 30 izin kios, tetapi setelah dilakukan pemeriksaan lebih luas, jumlah pelanggaran mencapai ribuan kasus di seluruh Indonesia.

Lemahnya Basis Data

Persoalan distribusi pupuk bersubsidi tidak hanya terletak pada permainan harga. Ada persoalan lain yang juga turut memperparah distribusi pupuk ke masyarakat.

Kepala Kelompok Pengawasan Pupuk di Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (Ditjen PSP) Kementan, Henry Y. Rahman, menyebut salah satu akar masalah bersumber dari lemahnya sistem basis data yang digunakan dalam penyusunan Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK).

Dalam diskusi publik bertajuk Evaluasi Tata Kelola Subsidi Pupuk Saat Ini di Kantor Ombudsman RI, Jakarta Selatan, pada Kamis (25/9/2025), Henry menjelaskan Kementan masih menggunakan basis data tabular yang kurang akurat dan tidak mencerminkan kondisi sebenarnya di lapangan. 

Kelemahan inilah yang kemudian membuka peluang terjadinya penyelewengan dalam penyaluran pupuk bersubsidi. 

Ia menilai, agar data lebih presisi, seharusnya sistem yang digunakan sudah berbasis spasial karena mampu menunjukkan luas lahan dan kebutuhan pupuk secara faktual. Sayangnya, penerapan basis data spasial baru dilakukan di sebagian kecil daerah.

Henry menambahkan, perbedaan sistem data ini berdampak besar terhadap ketepatan perencanaan kebutuhan pupuk. Dalam sistem tabular, perhitungan luas lahan sering kali bias sehingga menyebabkan ketidaksesuaian antara permintaan pupuk dan kondisi lapangan.

Selain itu, indeks pertanaman (IP) yang digunakan dalam penyusunan RDKK juga belum terverifikasi dengan baik. Dalam praktiknya, terdapat daerah yang mencantumkan IP lebih tinggi dari kondisi sebenarnya, misalnya terdaftar IP 3 padahal faktanya lebih rendah. 

Ketidaksesuaian ini menyebabkan jumlah pupuk bersubsidi yang diajukan tidak sebanding dengan kebutuhan riil petani.

Henry menjelaskan bahwa kelemahan sistem data dan verifikasi inilah yang menjadi salah satu penyebab utama penyelewengan pupuk bersubsidi. 

Untuk mengatasinya, Kementan bersama PT Pupuk Indonesia telah melakukan rekonsiliasi data, evaluasi, serta verifikasi lapangan guna memastikan penyaluran pupuk dilakukan secara tepat sasaran.

Ia juga menyoroti bahwa penyimpangan sering terjadi di titik serah, yaitu saat barang berpindah dari distributor ke petani. Pada tahap inilah sering terjadi manipulasi yang menyebabkan data distribusi tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan.

Kementan kini berkomitmen memperkuat sistem digitalisasi penyaluran pupuk bersubsidi, menertibkan rantai distribusi, serta menindak tegas para pelaku yang terbukti menyalahgunakan kewenangan. 

Upaya bersama antara kementerian, PT Pupuk Indonesia, dan pengawasan publik diharapkan mampu menutup celah manipulasi yang selama ini merugikan petani dan menghambat produktivitas pertanian nasional.

Editor: Defri Ngo
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS