Prabowo Soroti Kelangkaan Minyak Goreng, Ultimatum Orang Kaya

Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, menyoroti kelangkaan minyak goreng di Tanah Air. (Foto: Dok. RRI)

PARBOABOA, Jakarta - Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, menyoroti kejanggalan yang pernah terjadi di Tanah Air terkait kelangkaan minyak goreng di negara yang justru menjadi produsen kelapa sawit terbesar di dunia.

Dalam pidatonya pada Sidang Tahunan MPR di Gedung DPR/MPR, Senayan, Jakarta, Jumat (15/8/2025), Prabowo menyebut fenomena ini sebagai “anomali” yang bertentangan dengan akal sehat.

Ia menduga penyebabnya adalah ulah segelintir pihak yang mempraktikkan perilaku ekonomi rakus yang ia sebut “serakahnomic”—dengan memanipulasi pasokan dan harga demi keuntungan pribadi.

“Sungguh aneh negara dengan produksi kelapa sawit terbesar di dunia pernah mengalami kelangkaan minyak goreng. Ini aneh sekali, tidak masuk akal sehat, dan ternyata memang permainan manipulasi,” tegas Prabowo.

Presiden menambahkan, krisis tersebut bahkan berlangsung berminggu-minggu hingga berbulan-bulan, memperlihatkan adanya distorsi serius dalam sistem ekonomi nasional.

Padahal, pemerintah telah mengucurkan berbagai subsidi untuk sektor pertanian dan pangan—mulai dari pupuk, alat pertanian, pestisida, irigasi, hingga beras—namun harga pangan tetap tidak terjangkau bagi sebagian rakyat.

Prabowo menilai masalah ini terkait dengan pengabaian amanat Pasal 33 UUD 1945, yang mengatur cabang produksi penting dan sumber daya alam untuk kemakmuran rakyat.

“Keanehan-keanehan ini terjadi karena penyimpangan. Seolah-olah ayat-ayat dalam Pasal 33 itu tidak relevan lagi, padahal di abad ke-21 ini justru semakin penting,” ungkapnya.

Sawit Disalahgunakan

Indonesia memproduksi sekitar 46 juta ton minyak sawit mentah (CPO) pada 2024 (Badan Pusat Statistik), dan menjadi pemasok terbesar di dunia.

Namun, data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 2022 menunjukkan bahwa dari total lahan sawit nasional sekitar 16,38 juta hektare, lebih dari 3,3 juta hektare dikuasai secara ilegal atau tanpa izin yang sah.

Indonesia Corruption Watch (ICW) juga mencatat, lemahnya pengawasan tata kelola sawit kerap memicu praktik kartel dan kelangkaan minyak goreng di dalam negeri, meski produksi melimpah.

Kondisi inilah yang menjadi latar belakang kritik Prabowo terhadap manipulasi sektor pangan.

Menurutnya, kekuatan negara bergantung pada kemampuannya mengelola sumber daya, bukan membiarkannya dikendalikan segelintir kelompok.

Orang Kaya Tak Kebal Hukum

Dalam bagian pidatonya yang lain, Prabowo mengeluarkan peringatan tegas kepada para pelaku usaha besar di sektor pangan.

Ia menegaskan, tidak ada satu pun pihak—baik orang besar maupun orang kaya—yang boleh bertindak semena-mena di Indonesia.

Khusus menanggapi maraknya kasus beras oplosan, Presiden menyatakan akan menerapkan sanksi pidana penjara maksimal 5 tahun dan/atau denda hingga Rp50 miliar, sebagaimana diatur dalam UU No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, Pasal 107 juncto Pasal 29 ayat (1).

“Perusahaan mana pun yang berani manipulasi dan melanggar, akan kami proses hukum. Kami akan sita aset yang bisa disita demi melindungi rakyat dari serakahnomics,” tegasnya.

Prabowo juga menyatakan bahwa usaha penggilingan beras skala besar kini wajib mendapatkan izin khusus pemerintah, atau dijalankan oleh BUMN/BUMD, demi memastikan hak rakyat atas beras berkualitas, tepat takaran, dan harga terjangkau.

Kebijakan ini, ujarnya, berlandaskan Pasal 33 UUD 1945 yang menyebut “cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.”

Menutup pidatonya, Prabowo mengungkapkan bahwa Indonesia saat ini tengah mengalami surplus beras, dengan cadangan nasional mencapai lebih dari 4 juta ton—tertinggi dalam sejarah.

Untuk pertama kalinya dalam puluhan tahun, Indonesia kembali mengekspor beras dan jagung.

“Para petani kini tersenyum karena harga gabah stabil dan penghasilan mereka meningkat,” ujarnya dengan optimisme.

Prabowo menekankan bahwa pemerintahannya akan fokus memastikan keadilan distribusi pangan, menghapus praktik monopoli, dan memberantas mafia yang mengorbankan rakyat demi keuntungan pribadi.

Editor: Norben Syukur
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS