Polemik Pencabutan Kartu Pers CNN Indonesia Usai Pertanyaan soal Keracunan MBG

Mensesneg Prasetyo Hadi mengaku sudah meminta BPMI berkomunikasi dengan pihak CNN Indonesia untuk mencari solusi terkait persoalan pencabutan kartu pers milik jurnlis CNN (Foto: IG/@kemensetneg.ri)

PARBOABOA, Jakarta - Kasus keracunan massal akibat program Makan Bergizi Gratis (MBG) terus menyedot perhatian publik. 

Ribuan siswa di berbagai daerah mengalami keracunan, bahkan sejumlah wilayah telah menetapkan status Kejadian Luar Biasa (KLB). 

Situasi ini memicu desakan agar pemerintah melakukan evaluasi menyeluruh, termasuk menghentikan sementara program yang bernilai triliunan rupiah tersebut.

Di tengah sorotan publik, muncul persoalan lain yang menyinggung kebebasan pers di mana Biro Pers, Media, dan Informasi (BPMI) Sekretariat Presiden mencabut kartu pers Istana milik jurnalis CNN Indonesia TV, Diana Valencia.

Peristiwa ini terjadi pada Sabtu (27/9/2025) buntut pertanyaan mengenai kasus keracunan MBG kepada Presiden Prabowo setibanya di Tanah Air.

Pemimpin Redaksi CNN Indonesia, Titin Rosmasari, membenarkan telah ada pencabutan ID Pers Istana atas nama Diana Valencia. 

"Tepatnya pukul 19.15 seorang petugas BPMI mengambil ID Pers Diana di kantor CNN Indonesia,” ujarnya dalam keterangan tertulis. 

CNN pun segera melayangkan surat resmi ke BPMI dan Menteri Sekretaris Negara untuk meminta penjelasan terkait peristiwa ini.

Kritik dari Organisasi Pers

Langkah BPMI menuai gelombang kritik dari berbagai organisasi. Ketua Dewan Pers, Komaruddin Hidayat, menegaskan agar Biro Pers Istana sebaiknya memberikan penjelasan terkait persoalan tersebut. 

Hal ini dimaksudkan agar "tidak menghambat pelaksanaan tugas jurnalistik di lingkungan Istana," ujar Komaruddin dalam pernyataan resmi yang diterima awak PARBOABOA, Senin (28/9/2025).

Dewan Pers juga menyerukan kepada semua pihak untuk menghormati tugas dan fungsi pers yang mengemban amanah publik sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Mereka meminta agar akses liputan wartawan CNN Indonesia yang dicabut segera dipulihkan, "sehingga yang bersangkutan dapat kembali menjalankan tugas jurnalistiknya di Istana." 

Nada serupa disampaikan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI). Ketua Umum IJTI, Herik Kurniawan, menilai pertanyaan yang diajukan Diana masih dalam koridor etika jurnalistik. 

Karena itu, IJTI menegaskan pentingnya kemerdekaan pers sebagaimana dijamin dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. 

Tindakan pencabutan kartu identitas liputan, ujar Herik, dapat dipandang sebagai bentuk penghalangan kerja jurnalistik yang justru berpotensi membatasi akses publik terhadap informasi.

Lebih keras lagi, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta dan LBH Pers mengecam keras tindakan tersebut. 

Ketua AJI Jakarta, Irsyan Hasyim, mendesak Biro Pers, Media, dan Informasi Sekretariat Presiden meminta maaf dan mengembalikan ID Pers Istana milik jurnalis CNN Indonesia.

Sementara itu, Direktur LBH Pers, Mustafa Layong, menambahkan bahwa segala bentuk kekerasan atau penghambatan terhadap jurnalis adalah pelanggaran hukum dan demokrasi.

Respons Istana

Menteri Sekretaris Negara, Prasetyo Hadi pada Minggu (28/9/2025) malam, mengaku sudah meminta BPMI berkomunikasi dengan CNN Indonesia untuk mencari solusi terbaik terkait persoalan ini.

Tak lama berselang, pada Senin (29/9/2025), Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Setpres, Yusuf Permana, menyerahkan kembali kartu pers Istana milik Diana Valencia. 

Penyerahan itu disaksikan langsung oleh Pemimpin Redaksi CNN TV, Titin Rosmasari, serta perwakilan Dewan Pers.

Yusuf menegaskan bahwa yang sempat ditarik adalah ID khusus liputan Istana, dan bukan identitas resmi Diana sebagai jurnalis.

“Biro Pers dan Media tidak mengambil ID profesional Mbak Diana sebagai jurnalis. Kita tidak mempunyai kewenangan itu, tapi yang diambil adalah ID khusus Istana,” jelasnya. 

Pengembalian ID pers itu menjadi langkah positif, meski meninggalkan catatan penting di mana kemerdekaan pers adalah pilar demokrasi yang tak boleh diganggu gugat.

Editor: Defri Ngo
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS