PARBOABOA, Jakarta - Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal, menilai kondisi ketenagakerjaan di Indonesia selama satu tahun pemerintahan Prabowo-Gibran masih jauh dari harapan.
Dalam pernyataannya di Jakarta, Sabtu (18/10/2025), Iqbal menyebut bahwa situasi pekerja justru memburuk, ditandai maraknya pemutusan hubungan kerja (PHK) di berbagai sektor dan terungkapnya kasus korupsi yang melibatkan pejabat Kementerian Ketenagakerjaan.
Menurut Iqbal, kinerja Menteri dan Wakil Menteri Ketenagakerjaan layak mendapat rapor merah. Ia menilai keduanya gagal menjalankan mandat untuk melindungi dan menyejahterakan buruh.
“Kalau harus diberi nilai, hanya lima dari sepuluh. Tidak ada terobosan nyata yang menyentuh masalah mendasar tenaga kerja,” ujar Ketua Partai Buruh itu.
Ia mengungkapkan, sepanjang satu tahun terakhir, tidak ada kebijakan signifikan yang diambil pemerintah untuk menjawab problem klasik dunia kerja.
Persoalan-persoalan itu, antara lain upah murah, praktik outsourcing tanpa batas, kontrak kerja berkepanjangan, lemahnya perlindungan terhadap pekerja perempuan, hingga masuknya tenaga kerja asing non-ahli.
Kementerian Ketenagakerjaan, lanjutnya, seharusnya berperan sebagai garda terdepan dalam memperjuangkan hak-hak pekerja. Namun, kenyataannya lembaga tersebut justru gagal memainkan fungsi strategisnya.
“Yang dilakukan selama ini hanya kegiatan seremonial tanpa solusi konkret. Tidak ada langkah tegas untuk mencegah gelombang PHK maupun memperbaiki kesejahteraan buruh,” tegas Iqbal.
Iqbal juga membeberkan data bahwa sejak awal 2024 hingga pertengahan 2025, jumlah pekerja yang terkena PHK mendekati seratus ribu orang di sektor tekstil, garmen, elektronik, hingga pertambangan.
Pemerintah, katanya, belum menunjukkan upaya nyata untuk menghentikan tren tersebut.
Lebih jauh, Iqbal menilai kredibilitas Kementerian Ketenagakerjaan makin tercoreng oleh dua kasus korupsi besar, yakni terkait izin tenaga kerja asing (TKA) dan sertifikasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).
“Kedua kasus ini menjadi tamparan keras karena terjadi di lembaga yang seharusnya melindungi buruh, bukan menyalahgunakan wewenang,” ujarnya.
Selain itu, Iqbal juga mengkritik lambannya proses penyusunan Rancangan Undang-Undang Ketenagakerjaan, yang merupakan amanat Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 168/PUU-XXI/2024.
Menurutnya, hingga kini draf RUU tersebut belum juga selesai, padahal Mahkamah hanya memberikan waktu dua tahun untuk pengesahan sejak putusan diterbitkan.
“Sekarang sudah lewat satu tahun, dan belum ada tanda-tanda keseriusan. Artinya, waktu yang tersisa hanya satu tahun lagi sebelum tenggat MK berakhir,” kata Iqbal.
Ia menilai hal ini mencerminkan macetnya proses reformasi ketenagakerjaan di bawah kepemimpinan Menteri dan Wakil Menteri saat ini.
Atas dasar itu, KSPI dan Partai Buruh mendesak Presiden Prabowo Subianto untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kinerja Kemenaker.
Iqbal menegaskan, pemerintah perlu mengambil langkah tegas untuk mengendalikan gelombang PHK, memperkuat sistem pengawasan tenaga kerja, serta mengembalikan fungsi Kemenaker sebagai pelindung pekerja nasional.
Menurutnya, jalan keluar yang paling realistis adalah melakukan reshuffle kabinet, khususnya di posisi Menteri dan Wakil Menteri Ketenagakerjaan. Ia berharap Presiden tidak menutup mata terhadap kondisi buruh yang kian terdesak.
“Pemerintah harus berani mengambil langkah berani demi arah kebijakan ketenagakerjaan yang benar-benar menegakkan keadilan dan menjamin penghidupan yang layak bagi seluruh pekerja,” pungkas Said Iqbal.