Kabinet Israel Setujui Rencana Netanyahu Duduki Penuh Gaza

Warga Palestina mengungsi setelah Israel menggempur Masjid Sousi di Kota Gaza, 9 Oktober 2023. (Foto: Dok AFP).

PARBOABOA, Jakarta – Kabinet Keamanan Israel dilaporkan telah memberi lampu hijau terhadap rencana pendudukan penuh Gaza yang diusulkan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.

Meski belum diumumkan secara resmi ke publik, informasi ini terungkap melalui laporan jurnalis Axios, Barak Ravid, yang mengutip pernyataan dari Kantor Perdana Menteri Israel.

Dalam pernyataan yang diwartakan Al Jazeera pada Jumat (8/8/2025) pagi, disebutkan bahwa Kabinet Politik-Keamanan menyetujui usulan Netanyahu untuk “mengalahkan Hamas”.

Militer Israel (IDF) akan bersiap mengambil alih Kota Gaza sepenuhnya sambil menjanjikan penyaluran bantuan kemanusiaan bagi warga sipil yang dievakuasi keluar dari zona pertempuran.

Seorang pejabat senior Israel yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan bahwa seluruh warga sipil Palestina di Kota Gaza akan dievakuasi ke kamp-kamp pusat dan wilayah lain pada 7 Oktober mendatang.

Langkah ini akan dibarengi pengepungan total terhadap militan Hamas yang masih bertahan di kota tersebut, diiringi serangan darat berskala penuh.

“Pengepungan akan dilakukan terhadap militan Hamas yang masih berada di Kota Gaza, dan pada saat yang sama, serangan darat akan dilancarkan,” tulis Ravid di platform X, seperti dikutip dari Al Jazeera.

Sikap Trump

Laporan Al Jazeera menyebutkan bahwa rencana Israel ini nyaris mendapat persetujuan penuh dari Presiden Amerika Serikat, Donald Trump.

Washington bahkan dikabarkan menyerahkan sepenuhnya keputusan akhir kepada Netanyahu.

“Dia bilang itu terserah Israel,” ungkap koresponden Al Jazeera di Washington DC, Shihab Rattansi.

Netanyahu sendiri sudah sejak lama menyuarakan keinginannya untuk menguasai Gaza sepenuhnya.

Dalam wawancara dengan Fox News, ia menyatakan bahwa Israel tidak berniat mempertahankan pengelolaan wilayah tersebut, melainkan ingin menyerahkannya kepada “pihak ketiga” – yang menurutnya adalah pasukan Arab yang mampu memerintah tanpa mengancam keamanan Israel.

“Kami ingin memiliki perimeter keamanan. Kami tidak ingin mengaturnya. Kami ingin menyerahkannya kepada pasukan Arab yang akan memerintah dengan benar tanpa mengancam kami dan memberikan kehidupan yang baik bagi warga Gaza,” ucap Netanyahu, dikutip dari Associated Press (AP).

AP melaporkan bahwa keputusan final ini diambil setelah rapat maraton Kabinet Keamanan Israel sepanjang malam.

Saat ini, IDF telah menguasai sekitar tiga perempat wilayah Gaza yang porak-poranda akibat konflik berkepanjangan.

Penolakan dari Militer Israel

Meski kini disetujui, usulan Netanyahu untuk menduduki Gaza sepenuhnya sempat mendapat tentangan keras dari jajaran militer.

Kepala Staf IDF, Letnan Jenderal Eyal Zamir, dilaporkan menolak proposal tersebut pada Senin (4/8/2025) dan bahkan mengancam akan mengundurkan diri jika rencana itu dilanjutkan.

Alasan Zamir jelas: pendudukan penuh berisiko membahayakan keselamatan para sandera serta membebani militer yang sudah terkuras tenaga setelah hampir dua tahun perang.

Menurut laporan AP, masih ada sekitar 50 sandera di Gaza, dengan 20 di antaranya diyakini masih hidup.

Persetujuan kabinet ini memicu gelombang kekhawatiran internasional, terutama soal nasib jutaan warga Gaza yang kini menghadapi kelaparan akut.

Terbaru, pada Kamis (7/8/2025), AP melaporkan 42 warga Palestina tewas, termasuk 13 orang yang sedang mencari bantuan di zona militer Israel di Gaza selatan.

Dua orang lainnya meninggal di perjalanan menuju pusat bantuan yang dikelola Gaza Humanitarian Foundation (GHF) – lembaga distribusi bantuan yang didukung Israel.

Organisasi medis internasional Médecins Sans Frontières (MSF) menuding pendistribusian bantuan oleh GHF sebagai “jebakan maut yang direncanakan”.

MSF, yang mengelola dua pusat kesehatan dekat lokasi GHF, mengungkapkan telah merawat 1.380 korban luka antara 7 Juni hingga 20 Juli, termasuk 147 pasien dengan luka tembak – di antaranya 41 anak-anak.

Banyak korban lainnya mengalami cedera akibat bentrokan fisik saat berebut makanan, bahkan ada yang menderita kerusakan mata parah setelah terkena semprotan merica dari jarak dekat.

MSF menegaskan bahwa korban yang mereka tangani hanyalah sebagian kecil dari total korban di titik distribusi tersebut.

“Tingkat salah urus, kekacauan, dan kekerasan di lokasi distribusi GHF merupakan kelalaian yang gegabah atau jebakan maut yang dirancang dengan sengaja,” tegas pernyataan MSF.

Sejak pecahnya perang pada 7 Oktober 2023, Kementerian Kesehatan Gaza mencatat setidaknya 61 ribu warga Palestina tewas akibat serangan Israel.

Dengan persetujuan rencana pendudukan penuh ini, banyak pihak khawatir angka korban akan meningkat drastis dalam waktu dekat.

Editor: Norben Syukur
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS