Hari Kemerdekaan, 5 Eksnapiter Bebas Usai Dapat Remisi

Hari Kemerdekaan, 5 Eksnapiter Bebas Usai Dapat Remisi. (Foto: Dok. Ditjenpas)

PARBOABOA, Jakarta – Suasana Hari Ulang Tahun ke-80 Kemerdekaan Republik Indonesia pada Minggu (17/8/2025) menjadi momen bersejarah bagi lima narapidana kasus terorisme (napiter).

Mereka resmi menghirup udara bebas setelah menerima remisi khusus dari pemerintah, usai dinilai mengalami perubahan perilaku yang signifikan selama menjalani masa tahanan.

Kelima napiter tersebut adalah Nurul Huda (47), Lukman Yunus (38), Ahmad Suherman (45), Irwan Wila (36), dan Zulkarnaen (54).

Selama bertahun-tahun mereka mendekam di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah—penjara berpengaman superketat yang dikenal sebagai lokasi pembinaan bagi narapidana kasus berat.

Setelah surat pembebasan resmi dibacakan, mereka langsung dijemput oleh tim gabungan dari Subdirektorat Bina Masyarakat Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) bersama Detasemen Khusus (Densus) 88/Anti Teror Polri.

Dengan pengawalan ketat, kelimanya dipulangkan ke rumah masing-masing untuk kembali berkumpul bersama keluarga.

Penilaian Ketat

Deputi I Bidang Pencegahan, Perlindungan, dan Deradikalisasi BNPT, Mayor Jenderal TNI Sudaryanto, menegaskan bahwa pemberian remisi kepada napiter bukanlah keputusan instan.

Setiap napi terorisme harus melalui evaluasi panjang sebelum mendapatkan hak tersebut.

“Mereka sudah dinilai lebih baik, mendapat potongan masa hukuman, dan diharapkan mampu mempertanggungjawabkan kepercayaan ini dengan tidak mengulangi perbuatannya,” ujar Sudaryanto, Senin (18/8/2025).

Ia menambahkan, proses evaluasi dilakukan berlapis—melibatkan petugas lapas, aparat keamanan, hingga tim BNPT.

Hanya napi yang menunjukkan perubahan sikap, kepatuhan terhadap aturan, dan keterbukaan terhadap program deradikalisasi yang bisa memperoleh remisi.

Sebelum resmi meninggalkan Nusakambangan, kelima napiter itu dilibatkan dalam upacara pengibaran bendera HUT ke-80 RI yang diadakan di halaman lapas.

Upacara ini turut diikuti pegawai lapas dan perwakilan warga binaan dari sejumlah unit pemasyarakatan di pulau tersebut.

Keterlibatan mereka dalam perayaan kenegaraan dipandang sebagai simbol penting—bahwa mantan pelaku tindak terorisme pun dapat kembali menghayati nilai kebangsaan.

Momen tersebut juga menjadi bagian dari strategi reintegrasi sosial, untuk mengikis stigma serta mempersiapkan mereka kembali ke tengah masyarakat.

Sudaryanto menekankan bahwa kebijakan remisi bukan hanya bentuk pengurangan masa pidana, tetapi bagian dari strategi nasional dalam deradikalisasi.

Ia berharap, pengalaman bebas di Hari Kemerdekaan bisa menjadi momentum kebangkitan baru bagi para eks-napiter.

“Harapan kami, apa yang mereka dapatkan ini bisa menjadi bekal untuk berbuat lebih baik bagi bangsa dan negara. Mereka sudah dinilai layak karena menunjukkan perubahan nyata dalam sikap dan perilaku,” tegasnya.

BNPT bersama Densus 88 memastikan pembinaan tidak berhenti setelah mereka bebas. Para eks-napiter tetap akan berada dalam pengawasan, sekaligus didorong untuk menjalani program pemberdayaan agar benar-benar lepas dari pengaruh jaringan terorisme.

Setiap tahun, puluhan ribu napi di Indonesia mendapat remisi khusus HUT RI. Namun, untuk kasus terorisme, mekanisme seleksi jauh lebih ketat.

Pemerintah melalui Kementerian Hukum dan HAM bersama BNPT ingin memastikan bahwa pemberian hak ini tidak hanya memenuhi aspek hukum, tetapi juga menjaga keamanan nasional.

Langkah deradikalisasi dan pembinaan masyarakat menjadi strategi kunci. Dengan begitu, pemberian remisi dapat berfungsi sebagai pintu masuk bagi eks-napiter untuk kembali hidup normal, sekaligus mengurangi potensi mereka kembali ke lingkaran radikalisme.

Masyarakat diharapkan ikut berperan aktif menerima para mantan napi tersebut agar reintegrasi berjalan mulus.

Tanpa dukungan lingkungan sosial, proses rehabilitasi psikologis dan ideologis akan sulit dicapai.

Profil Lima Eks-Napiter

Nurul Huda (47). Mantan anggota kelompok teror di Jawa Barat. Terjerat kasus perencanaan penyerangan fasilitas publik. Selama di lapas aktif mengikuti program keagamaan dan pelatihan kerja.

Lukman Yunus (38). Terlibat dalam jaringan perekrutan anggota baru di Sulawesi Selatan. Dikenal cukup kooperatif selama pembinaan dan menunjukkan perubahan sikap signifikan.

Ahmad Suherman (45). Ditangkap karena keterlibatan dalam pendanaan aksi teror di Jawa Tengah. Di dalam lapas, ia aktif mengikuti kegiatan keterampilan pertanian.

Irwan Wila (36). Termasuk pelaku muda dalam jaringan radikal di Banten. Mengikuti banyak sesi konseling ideologi serta pelatihan wirausaha selama masa tahanan.

Zulkarnaen (54). Sosok senior dengan rekam jejak panjang di jaringan terorisme. Menjalani hukuman lebih lama dibanding empat lainnya.

Dalam beberapa tahun terakhir, ia disebut semakin kooperatif dan mau membuka diri terhadap program deradikalisasi.

Editor: Norben Syukur
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS