PARBOABOA, Jakarta - Muktamar ke-10 Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang digelar pada 27–29 September 2025 di Hotel Mercure, Ancol, Jakarta Utara, berubah menjadi arena pertarungan sengit dua kubu.
Alih-alih melahirkan konsolidasi pasca kegagalan di Pemilu 2024, forum permusyawaratan tertinggi ini justru meninggalkan jejak kericuhan dan klaim ganda soal kepemimpinan partai.
Sejak pembukaan yang dihelat Sabtu (27/9/2025) sore, suasana sudah panas. Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Umum PPP, Muhammad Mardiono, baru saja membuka pidatonya ketika sorak-sorai pendukung pecah di dalam ruangan.
Sebagian peserta menyerukan “lanjutkan!”, sementara kelompok lain membalas dengan teriakan “ketua baru!”. Pidato Mardiono sempat terhenti beberapa kali, bahkan pembawa acara meminta peserta menenangkan diri dengan melantunkan shalawat.
Muktamar kali ini memang menentukan arah partai lima tahun ke depan sekaligus memilih Ketua Umum periode 2025–2030. Nama-nama yang muncul di antaranya Mardiono, mantan Menteri Perdagangan Agus Suparmanto, dan mantan Duta Besar Husnan Bey Fananie.
Kubu perubahan yang mendukung Agus menilai PPP butuh regenerasi setelah stagnasi kaderisasi, sementara kubu Mardiono menekankan pentingnya stabilitas pasca-kegagalan Pemilu 2024.
Tensi semakin tinggi saat Sidang Paripurna I berlangsung. Pendukung Agus memprotes Amir Uskara yang memimpin sidang karena dianggap berpihak pada Mardiono.
Interupsi berulang kali terjadi hingga sidang tidak kondusif. Amir kemudian meninggalkan arena, disusul pimpinan sidang lainnya, yang memicu kekosongan pimpinan forum.
Klaim Aklamasi Ganda
Di tengah kekosongan itu, Amir Uskara menggelar konferensi pers dan menyatakan Mardiono terpilih secara aklamasi sebagai Ketua Umum PPP periode 2025–2030.
Menurutnya, percepatan pemilihan dilakukan berdasarkan Pasal 11 AD/ART PPP karena situasi dianggap darurat. Mardiono juga menyebut langkah ini sebagai upaya penyelamatan partai.
Namun, kubu Agus tidak tinggal diam. Sehari kemudian, pimpinan sidang paripurna yang baru, dipimpin Qoyum Abdul Jabbar bersama beberapa pengurus lain, melanjutkan jalannya muktamar.
Setelah membahas tata tertib, laporan pertanggungjawaban DPP, hingga perubahan AD/ART, hanya Agus yang mendaftar sebagai calon ketua umum. Usai verifikasi, seluruh DPW dan DPC yang hadir menyepakati Agus terpilih secara aklamasi.
Kedua klaim aklamasi itu memicu kericuhan berulang. Bentrokan fisik pecah, kursi beterbangan, dan beberapa kader harus dilarikan ke rumah sakit akibat luka di kepala dan bibir.
Ketua Majelis Pertimbangan PPP, Muhammad Romahurmuziy, bahkan sempat dievakuasi. Aparat keamanan internal PPP berupaya melerai, tetapi ketegangan terus berlanjut.
Romahurmuziy menegaskan bahwa klaim Mardiono tidak sah, sebab hingga pukul 22.30 WIB sidang muktamar masih berlangsung dan belum sampai pada agenda pemilihan ketua umum.
Ia menilai pengumuman sepihak itu justru memperdalam perpecahan. Sementara pihak Agus menegaskan proses aklamasi yang mereka lakukan sah karena disepakati seluruh peserta sidang yang hadir.
Tanggapan Pemerintah
Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas) Yusril Ihza Mahendra menegaskan pemerintah tidak akan mengesahkan kepengurusan baru PPP selama konflik internal masih berlangsung.
Ia menekankan pentingnya penyelesaian perpecahan di tubuh partai berlambang Ka'bah itu sebelum pemerintah mengambil langkah hukum lebih lanjut.
"Dalam mengesahkan pengurus parpol, satu-satunya pertimbangan pemerintah adalah pertimbangan hukum. Jika terjadi konflik internal, pemerintah tidak akan mengesahkan susunan pengurus baru, tetapi akan menunggu tercapainya kesepakatan internal partai, putusan mahkamah partai, atau putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap," ujar Yusril dalam keterangan tertulisnya, Senin (29/9/2025).
Menurut Yusril, partai politik memiliki posisi vital dalam sistem demokrasi Indonesia. Karena itu, ia membuka ruang bagi masing-masing kubu di PPP untuk mengajukan susunan kepengurusannya kepada Kementerian Hukum dan HAM.
Namun, setiap permohonan tetap akan dikaji secara mendalam untuk memastikan kesesuaiannya dengan norma hukum yang berlaku.
"Pemerintah wajib mengkaji dengan seksama permohonan tersebut untuk memastikan mana yang sesuai dengan norma hukum yang berlaku dan mana yang tidak," tegasnya.
Lebih lanjut, Yusril menekankan sikap netral pemerintah dalam menyikapi dinamika internal PPP, khususnya dalam forum Muktamar yang tengah membahas pemilihan ketua umum.
Menurutnya, anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART) partai serta Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 menjadi dasar hukum utama dalam penyelesaian perselisihan.
"Pada pokoknya, pemerintah akan sangat hati-hati dalam mengesahkan susunan pengurus baru parpol. Pemerintah wajib bersikap objektif dan tidak boleh memihak kepada salah satu kubu yang bertikai dalam dinamika internal partai mana pun," tutup Yusril.