PARBOABOA, Jakarta - Festival musik Rock In Celebes kembali menggema di Makassar pada 1–2 November 2025 dengan semangat yang melampaui hiburan.
Di usianya yang ke-16, festival ini menjelma ruang refleksi sosial, edukasi publik, dan kampanye aksi iklim berkelanjutan.
Melalui pendekatan kolaboratif antara seni, musik, dan budaya, Rock In Celebes coba membangun empati, mendorong aksi, dan menghubungkan isu kompleks tersebut dengan kehidupan sehari-hari.
Tahun ini, Rock In Celebes berkolaborasi dengan Greenpeace Indonesia, The Indonesian Climate Communications, Arts & Music Lab (IKLIM), dan Music Declares Emergency Indonesia.
Kolaborasi ini menjadi tonggak penting untuk menjadikan musik sebagai medium edukatif dan ruang kampanye bagi isu lingkungan, transisi energi berkeadilan, serta kesadaran ekologis.
Promotor festival, Ardi Siji, menuturkan bahwa sejak awal berdiri, "Rock In Celebes telah menjadi panggung lintas genre yang mengusung semangat kebebasan dan kolaborasi." Kini, nilai-nilai itu diperluas dengan kepedulian terhadap kelestarian bumi.
Semua kegiatan festival dirancang lebih ramah lingkungan di mana pengelolaan sampah dilakukan dengan prinsip berkelanjutan, plastik sekali pakai dihapuskan, dan pengunjung didorong membawa alat makan serta botol minum sendiri.
Panitia bahkan menyediakan stasiun isi ulang air minum dan panel tenaga surya bagi pengunjung yang ingin mengisi daya ponsel.
Menurut Ardi, perubahan harus dimulai dari ruang kecil seperti festival ini. Setiap nada, katanya, "menjadi pengingat bahwa tidak akan ada musik di planet yang mati."
Ruang Diskusi dan Refleksi Iklim
Selain suguhan musik dari berbagai band ternama seperti Navicula feat Ganrang, Chicco Jerikho, Efek Rumah Kaca, The Brandals, dan Kunto Aji, festival ini juga menampilkan rangkaian diskusi publik bertema “Menyingkap Dampak Energi Fosil, Menuju Transisi Berkeadilan”.
Dalam sesi tersebut, hadir Bondan Andriyanu dari Greenpeace Indonesia serta Nurul Fadli Gaffar dari Koalisi Advokasi Industri Tanpa Polusi (Walhi Sulsel).
Keduanya menyoroti kebijakan pemerintah yang dinilai masih terjebak dalam ketergantungan pada energi fosil, khususnya batu bara.
Bondan menjelaskan bahwa kebijakan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) untuk industri atau PLTU captive justru memperpanjang umur batu bara dan menunda transisi energi bersih.
Ia menilai Perpres 112/2022 membuka celah besar karena masih memperbolehkan pembangunan PLTU baru bagi industri strategis, meski bertentangan dengan komitmen pengurangan emisi global.
Nurul Fadli menambahkan, kebijakan tersebut tidak hanya memperdalam ketimpangan sosial-lingkungan, tetapi juga menyalahi semangat keadilan energi.
Walhi Sulsel bersama Koalisi Advokasi Industri Tanpa Polusi bahkan telah mengajukan uji materi atas pasal bermasalah itu ke Mahkamah Agung dan menilai regulasi tersebut bertentangan dengan undang-undang lingkungan dan hak asasi manusia.
Kedua aktivis ini menyerukan agar pemerintah menunjukkan keberanian politik untuk menghentikan ekspansi PLTU industri dan fokus pada pengembangan energi terbarukan seperti surya, panas bumi, dan angin.
Potensi energi bersih Indonesia, menurut mereka, sangat besar, namun kapasitas terpasangnya baru mencapai sekitar 14 gigawatt atau hanya 14 persen dari total bauran energi nasional.
Panggung Musik & Kesadaran
Wali Kota Makassar, Munafri Arifuddin, turut mengapresiasi keberlanjutan Rock In Celebes yang selama 16 tahun konsisten menghadirkan konsep segar dan berpihak pada isu sosial serta lingkungan.
Ia menilai festival ini tidak sekadar perayaan musik, tetapi wujud nyata kepedulian terhadap bumi dan ekosistemnya.
Selain konser, terdapat pameran seni, diskusi ekologi, dan pertunjukan warisan budaya tak benda seperti Mappadendang, Ma’raga, Sinrilik, Pepe-pepe ri Makka, Pakkarena, dan Ganrang.
Semua ini memperkaya pengalaman festival sekaligus menegaskan pentingnya menjaga identitas budaya di tengah arus modernisasi.
“Pendekatan seperti ini membuat isu lingkungan terasa dekat dan relevan dengan kehidupan kita,” ungkap Yayang yang juga terlibat dalam sesi diskusi budaya, Sabtu (10/11/2025).
Di pihak lain, pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menegaskan bahwa program transisi energi terus dijalankan.
Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia, menyatakan pemerintah telah mempercepat pembangunan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) dan panas bumi di berbagai wilayah, dengan target bauran energi baru terbarukan (EBT) nasional mencapai 19–23 persen pada tahun 2030.
Ia menjelaskan bahwa di sejumlah daerah, pembangunan PLTS komunal telah membawa dampak nyata bagi masyarakat. Biaya energi menurun, usaha kecil berkembang, dan lapangan kerja baru tercipta.
Menurutnya, ekonomi dan ekologi seharusnya tidak dipertentangkan, melainkan bersinergi membentuk fondasi pembangunan berkelanjutan.
