PARBOABOA, Jakarta – Polisi berhasil menjinakkan tiga bom rakitan aktif di SMAN 72 Jakarta setelah insiden ledakan yang mengguncang sekolah tersebut.
Dari hasil penyelidikan, terungkap bahwa pelaku terpengaruh komunitas daring yang memuja kekerasan dan terinspirasi oleh pelaku penembakan massal di luar negeri.
Kepolisian mengungkap fakta mengejutkan di balik ledakan yang terjadi di SMAN 72 Jakarta.
Berdasarkan penyelidikan, pelaku diketahui sempat aktif di komunitas media sosial yang berisi konten ekstrem dan kekerasan.
Komunitas tersebut menjadi wadah pertukaran ideologi kelam yang mendorong glorifikasi terhadap aksi kekerasan.
Juru Bicara Densus 88 Antiteror Polri, AKBP Mayndra Eka Wardhana, dalam konferensi pers di Polda Metro Jaya, Selasa (11/11), mengatakan bahwa pelaku bahkan sempat mengagumi beberapa pelaku penembakan terkenal di luar negeri.
“Dari awal tahun, yang bersangkutan mulai menunjukkan gejala mencari-cari konten ekstrem, merasa tertindas, kesepian, dan memiliki dendam terhadap perlakuan yang diterimanya,” ujar Mayndra.
Terinspirasi Penembakan Massal Dunia
Mayndra menjelaskan, dari hasil penyelidikan awal, pelaku kerap menelusuri situs-situs yang menampilkan kekerasan ekstrem, seperti rekaman kematian dan kecelakaan brutal.
Di komunitas itu, tindakan kekerasan dianggap sebagai sesuatu yang heroik. “Ketika pelaku di luar negeri melakukan tindakan kejam dan mengunggahnya, komunitas tersebut mengapresiasi, seolah itu sebuah kebanggaan. Hal ini tentu sangat memprihatinkan,” tuturnya.
Pelaku diduga meniru beberapa figur pelaku kekerasan di dunia, seperti Eric Harris dan Dylan Klebold (Columbine High School Shooting 1999, AS), Dylann Roof (Charleston Church Shooting 2015), dan Alexandre Bissonnette (Quebec City Mosque Attack 2017).
Dari Rusia, pelaku juga meniru Vladislav Roslyakov, pelaku penembakan di Kerch tahun 2018 yang berpaham neo-Nazi.
Namun, hasil pemeriksaan menunjukkan pelaku tidak tergabung dalam kelompok ideologi tertentu. Ia hanya mencampur berbagai pandangan ekstrem tanpa memahami ideologi yang diikutinya.
“Banyak ideologi yang ia ambil, tapi tidak ada yang konsisten. Ini menunjukkan bahwa tindakannya hanya sekadar terinspirasi, bukan bagian dari jaringan tertentu,” jelas Mayndra.
Bahaya Konten Kekerasan
Fenomena ini, menurut Densus 88, menjadi sinyal bahaya bagi masyarakat terhadap dampak konten kekerasan di dunia maya.
AKBP Mayndra menekankan pentingnya pengawasan orang tua terhadap aktivitas anak di media sosial.
“Ini harus menjadi kesadaran bersama bahwa kekerasan di dunia maya bisa menjadi pintu masuk radikalisasi. Orang tua dan masyarakat harus lebih waspada,” tegasnya.
Sebelumnya, insiden ledakan di SMAN 72 Jakarta mengakibatkan 96 orang menjadi korban luka, termasuk siswa dan guru.
Para korban segera dievakuasi ke empat rumah sakit terdekat, yakni RSI Cempaka Putih, RS Polri Kramat Jati, RS Yarsi, dan RS Pertamina Jaya.
Dari hasil penyisiran, polisi menemukan tiga bom rakitan aktif di tiga lokasi berbeda di area sekolah, termasuk satu di dalam masjid sekolah.
Tim penjinak bahan peledak (Jihandak) langsung bergerak cepat dan berhasil menonaktifkan seluruh bom sebelum sempat meledak.
Pelaku, yang kini ditetapkan sebagai anak berkonflik dengan hukum (ABH), dipastikan bertindak sendiri tanpa keterlibatan jaringan teror.
Polisi menegaskan motif utama pelaku lebih kepada dorongan pribadi dan pengaruh konten ekstrem di dunia maya.
