PARBOABOA, Jakarta - Dalam serangkaian pidato di Solo dan Klaten, Presiden Prabowo Subianto melontarkan kritik pedas terhadap segelintir elite yang rakus menggerogoti kekayaan negeri.
Ia menamai praktik kotor ini dengan istilah baru: Serakahnomics. Bagi Prabowo, ini bukan sekadar konsep ekonomi, melainkan fenomena sosial yang nyata — mencederai keadilan, merampas kesejahteraan rakyat, dan menantang komitmennya untuk menegakkan hukum di Indonesia.
Di hadapan ribuan kader Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang berkumpul di Solo, Jawa Tengah, Presiden Prabowo Subianto secara blak-blakan memperkenalkan istilah Serakahnomics.
Sebuah kata baru hasil paduan ‘serakah’ dan ‘economics’ yang baginya mencerminkan realitas paling kelam dari praktik ekonomi di Indonesia: kerakusan segelintir elite yang tak pernah puas mengeruk keuntungan dari sumber daya negara.
“Jadi ternyata kita ada fenomena baru. Saya kira mazhabnya tadinya mazhab ini, mazhab itu. Ini ada mazhab baru: Serakahnomics,” ujar Prabowo lantang pada Minggu, 20 Juli 2025.
Istilah ini, tegasnya, tak akan ditemukan di buku teks ekonomi mana pun, apalagi diajarkan di universitas.
Serakahnomics murni lahir dari praktik busuk segelintir orang yang menjadikan sistem ekonomi sebagai ladang perburuan rente pribadi.
Fenomena yang dimaksud Presiden bukanlah teori ekonomi liberal, neoliberal, sosialis, atau komando. Ia menegaskan bahwa Serakahnomics berdiri sendiri sebagai praktik liar di luar kerangka teori mana pun.
“Ini bukan liberal, bukan pasar bebas, ini lain. Ini murni ilmu serakah,” katanya lagi, sehari kemudian di Klaten, Jawa Tengah, Senin 21 Juli 2025, dalam acara peluncuran Koperasi Desa Merah Putih.
Prabowo geram melihat praktik segelintir pengusaha nakal yang justru mengambil untung di atas penderitaan rakyat.
Dalam pidatonya, ia menyinggung fenomena praktik manipulasi beras — di mana beras biasa dipoles seolah-olah menjadi beras premium. Praktik ilegal ini, ungkap Prabowo, berpotensi merugikan negara hingga Rp 100 triliun per tahun.
Menjaga Amanat Undang-Undang
Di hadapan publik, Prabowo menegaskan komitmennya untuk menindak tegas para pelaku Serakahnomics.
Mengingatkan pada sumpah jabatan yang ia ucapkan bersama Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka pada 20 Oktober 2024, Prabowo menekankan sumpah tersebut bukan sekadar formalitas, melainkan mandat untuk memegang teguh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan seluruh peraturan perundang-undangan yang berlaku.
“Pada 20 Oktober 2024 saya dan Mas Gibran disumpah di depan rakyat Indonesia. Kami bersumpah memegang teguh UUD 1945 dan menjalankan semua perundang-undangan yang berlaku,” ujarnya penuh tekad.
Dalam Pasal 33 UUD 1945 misalnya, jelas diatur bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
Prabowo meyakini praktik Serakahnomics secara nyata telah mencederai semangat konstitusi tersebut. Untuk itu, pemerintah berjanji tidak akan tinggal diam.
“Tunggu tanggal mainnya,” tegasnya, memberi sinyal bahwa tindakan konkret akan segera diambil.
Pengisap Darah Rakyat
Tak hanya berhenti pada Serakahnomics, Prabowo juga menelurkan istilah ‘vampir ekonomi’. Ia mengibaratkan para pengusaha nakal yang menumpuk kekayaan dengan cara licik sebagai vampir yang mengisap darah rakyat tanpa henti.
Penyelewengan di sektor pangan hanyalah satu contoh. Presiden pun mengingatkan, jika praktik semacam ini dibiarkan, maka kerugian negara akan terus membengkak, sementara rakyat menderita.
“Bayangkan kalau kita bisa tertibkan, kita punya Rp 100 triliun tiap tahun. Berapa banyak sekolah dan rumah sakit bisa kita bangun,” kata Prabowo.
Meski gusar, Prabowo tetap menaruh harapan besar pada masa depan Indonesia. Ia mengungkapkan, saat ini Indonesia menjadi sorotan banyak negara dari berbagai benua — Afrika, Amerika Latin, Eropa — yang mengundang Indonesia untuk bekerja sama.
Fenomena ini, kata Prabowo, menandakan Indonesia memiliki daya tawar tinggi di mata dunia.
“Saya agak capek semua negara ingin ke Indonesia atau mengundang Indonesia. Negara-negara Afrika, Amerika Latin… sabarlah, lima sampai enam tahun lagi kita akan tunjukkan kekuatan kita,” ujarnya optimis.